Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2009

posmodernisme

Gelombang Posmodernisme dan Iklan Oleh Junaidi Abdul Munif Dunia mengalami perubahan ekstrem pada tahun 1960-an, selepas perang dunia kedua. Posmodernisme adalah istilah yang menjadi jamak diangkat dalam berbagai diskusi, seminar, dan menjadi diskursus yang merupakan santapan lezat para filsuf kontemporer yang mengabdikan sebagian hidupnya untuk menelaah fenomena sosial yang menggurita ini. Secara harfiah, posmodernisme adalah sebuah fenomena sosial setelah era modernisme. Posmodernisme dimaksudkan sebagai cara pandang untuk menolak modernisme dengan anak kandungnya: kapitalisme. Sebuah cara pandang yang memberi fajar harapan bagi dunia ketiga (khususnya) karena merekalah negara yang paling dirugikan dalam sistem kapitalisme-modernisme. Namun, segera saja muncul kritik terhadap posmodernisme, seperti Frederich Jameson yang terpengaruh Ernst Mendel dengan bukunya Late Capitalism (1972). Late Capitalism (kapitalisme lanjutan) boleh disebut sebagai semacam kolonialisme gaya baru, di ma

HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

Hutan Berbasis Masyarakat Oleh Junaidi Abdul Munif Apa yang dilakukan oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Gundih, Kabupaten Grobogan yang siap memmberikan bagi hasil Pengeloaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sebesar 451 juta rupiah (SM, 14 Januari 2009) patut diapresiasi positif. Minimal hal ini bisa mengikis paradigma bahwa ada jarak antara pengleola hutan (pemerintah) dan masyarakat yang hidup di lingkungan hutan tersebut. Sinergi yang positif antara Perhutani dan masyarakat juga menepis paradigma tentang masyarakat nakal yang mencuri kayu (blandong) untuk kepentingan pribadi. Karena kriminalitas hutan ini akan berdampak jangka panjang bagi kelangsungan ekologi hutan. Terbukti, setelah ada sinergi ini angka kehilangan kayu menurun drastis dari tahun 2007 yang mencapai 1.000 batang menjadi 500 batang pada tahun 2008. Jika kerja sama ini terus ditingkatkan, bukan mustahil angka kehilangan kayu ini akan terus menurun di tahun-tahun berikutnya. Memang hutan di wilayah Grobogan, teru

SELAMAT HARLAH NU KE 83

Visi Keindonesiaan NU (Refleksi Anak Muda NU) Oleh Junaidi Abdul Munif Tanggal 31 Januari nanti Nahdhatul Ulama’ (NU) genap berusia 83 tahun. Usia yang cukup matang bagi sebuah ormas dalam berdialektika dengan dinamika Indonesia yang mengalami pasang surut. Boleh disebut, NU adalah aswaja yang berdialektika dengan budaya (tradisi) khas Indonesia yang berkembang sejak pra-islam. Ditahbiskan sebagai ormas keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan ada yang mengatakan di dunia, tidak lantas menjadikan NU jumawa dan besar kepala. NU tetap memegang kukuh sikap ketradisionalannya, sebuah stigma yang begitu lekat dengan ormas ini sejak mula didirikan. Almuhafazatu ’ala al qadim al shalih wa al ahzu bi jadidi al aslah (merawat tradisi masa lalu yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik adalah kaidah masyhur NU yang menjadi pijakan warga nahdliyin dalam bersikap. Istilah yang oleh Gus Dur diejawantahkan dalam terma Islam Kosmopolitan itu adalah sikap arif dalam menjaga Indonesia da