Postingan

Menampilkan postingan dari 2008

sekolah unggulan?

Paradigma Unggulan Oleh Junaidi Abdul Munif Dunia pendidikan kita mengalami apa yang disebut komersialisme pendidikan. Amanat undang-undang dasar 1945 menyiratkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Namun, karena komersialisme pendidikan ini, hanya warga negara yang kaya saja yang mampu menikmati pendidikan lebih baik. Hal ini diperparah dengan paradigma unggulan di masyarakat kita. Masyarakat kita selalu menganggap bahwa sesuatu yang unggulan pasti menyediakan fasilitas dan kualitas tenaga pendidik yang baik. Fasilitas dan tenaga yang baik akan menghasilkan lulusan yang baik pula. Begitu hukum kausalitasnya. Kuliah di Perguruan Tinggi (PT) negeri atau unggulan akan menghadirkan prestis (gengsi) tersendiri. Maka banyak calon mahasiswa memilih universitas negeri ketika mendaftar, baru PT Swasta sebagai alternatif jika tak diterima di PT Negeri. Karena dicap sebagai universitas unggulan inilah, banyak universitas yang dengan seenaknya memberikan syarat masuk beru

resensi buku

Pemilu Amerika untuk Dunia Oleh Junaidi Abdul Munif Data Buku Judul : Barack Obama VS McCain, Duel Poliitk yang Sangat Menentukan Perubahan nasib Amerika dan Dunia Penulis : Achmad Munif Penerbit : Narasi, Jogjakarta Terbit : Juli, 2008 Tebal : 104 halaman November 2008, negara adidaya Amerika Serikat (AS) akan melangsungkan pemilihan presiden. Pemilu yang tidak hanya ditunggu oleh maysarakat AS saja, tapi oleh warga dunia. Hal ini karena presiden Amerika akan ikut menentukan peta politik, ekonomi dan keamanan dunia. Genderang pertarungan itu telah dimulai dengan terpilihnya Barack Obama dan John McCain yang akan bertarung sebagai capres dari Partai Demokrat dan Republik. Setelah sebelumnya perhatian dunia tersedot melihat pertarungan ketat dan menegangkan di intrenal partai Demokrat antara Obama dan Hillary Clinton, istri Bill Clinton. Untuk menyemarakkan pertarungan itu, bertebaranlah buku-buku yang membahas tentang pemliu AS itu. Seperti buku yang ditulis Achmad Munif yan

rengeng-rengeng

Strategi Politik Menjelang 2009 Oleh Junaidi Abdul Munif Satu tahun menjelang pemilu 2009 adalah masa-masa rawan pemerintahan SBY-JK. Dalam empat tahun ini angka-angka merah masih mendominasi rapor SBY-JK. ”Lawan-lawan” politik SBY sudah mulai bergerilya dengan melakukan ”kampanye terselubung”. Tujuannya jelas, sebuah langkah awal menjelang pemilu 2009. Para pengamat politik saat ini menganalisis bahwa posisi SBY sangat tidak aman. Ada ketidakstabilan dalam Kabinet Indonesia Bersatu, termasuk ”renggangya” hubungan RI 1 dan RI 2. Dia tidak hanya ”diserang” oleh pihak di dalam pemerintahan (kabinet dan partai yang berkoalisi dengannya), tapi juga pihak luar yang menempatkan dirinya sebagai oposan. Oposan inilah yang kerap memunculkan statement yang ”menggoyang” singgasana SBY. Salah satu tokoh yang mencuat adalah Megawati Soekarno Putri. Popularitas putri presiden pertama RI ini mulai menggeser popularitas SBY yang mulai redup. Megawati berhasil memanfaatkan momentum ketidakpercayaan

pemimpin muda

Saatnya Pemuda Memimpin Oleh Junaidi Abdul Munif Hadirnya peminpin muda adalah sebuah keniscayaan. Regenerasi kepemimpinan di Indonesia harus segera dimulai. Kekuatan stasus quo yang diwakili tokoh-tokoh tua dan masih bercokol di kursi pemerintahan adalah "benalu" yang gagal membawa bangsa ini dari jurang keterpurukan. Bukan semata majunya Barack Obama sebagai capres dalam pilpres Amerika Serikat yang membuat kita latah untuk meneriakkan saatnya pemimpin muda maju di garda depan. Harus diakui, majunya Obama sedikit banyak menjadi faktor. Namun, lebih tepat kiranya jika Obama dilihat sebagai momentum. Bahwa negara sekuat Amerika yang berlimpah sumber daya manusia, membutuhkan seorang figur muda yang tampil di depan. Apalagi Indonesia yang baru belajar berdemokrasi. Indonesia mengalami krisis berkepanjangan. Terbukti, selama dipimpin oleh golongan tua, belum ada kemajuan yang signifikan. Kebijakan lebih dibuat dengan asas hati-hati dan reaksioner, tanpa inovasi dan spirit k

SAJAK HENING

DALAM KEKOSONGANKU AKU HENING

TENTANG LEBARAN

TENTANG LEBARAN di antara gema takbir agungnya asma Allah terucap oleh mulut-mulut yang masih belajar mengeja alif lam lam ha di antara saf-saf di setiap masjid dan lapangan jutaan umat dan milyaran umat khusyuk dalam ritus tahunan menjalankan seremoni sunnah namun menjadi wajib karena momentumnya lalu minal aidin wal faizin mohon maaf lahir batin taqobbalallhu minna wa minkum taqobbal ya karim shiyamana wa shiyamakum

intermezo ramadhan

ramadhan telah tiba. sudah sekitar enam tahun menjalani ramadhan yang tak biasa. sudah enam tahun aku menjalani ramadhan di pesantren. sambil ngaji, semoga tambah ilmu agama saya. namun, karena telah menjadi rutinitas, ramadhan pada akhirnya berjalan sambil lalu saja. maaf, jujur saja, aku tak bisa lagi merasakan ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah, maghfirah, ampunan dari Gusti Allah. ya Allah, nyuwun pangapunten Panjenengan. mugi ing warsa ngajeng, kula saged ngrasakke ramadhan, ingkang wonten serat Penjengangan (Al Quran), bakal ndadosaken kita (umat islam) takwa. semoga tahun depan aku dapat bertemu ramdahn lagi. ramadhan yang benar-benar ramadahn yang dijanjikan oleh Allah. asyhadu an laa ilaaha illa Allah wa asyhadu anna muhammadan rasululllah

pondok idjoe

untuk semua teman, rekan santriwan santriwati ustadz ustadzah jika aku memiliki salah, maafkanlah. karena dengan kesalahan itu aku lebih memahami arti kebenaran dan kedewasaan. kebenaran adalah cahaya tempat yang terang akan tampak lebih terang dan gelap akan jadi terang.

rekah kata dan makna

tentang cinta, aku tak bisa mendefinisikannya. cinta terlalu agung, dan kata-kata, kau tahu, tak akan cukup mendefinisikannya. maka biarlah cinta tetap andefinitif.

kritik sastra

Kritik Relijiusitas dalam Cerpen Gus Mus Pada tahun 1950-an, publik sastra Indonesia digemparkan cerpen AA Navis yang bejudul Robohnya Surau Kami. Dengan cepat cerpen ini menjadi perbincangan karena tema yang dosodorkan ”mengejek” sistem keberagamaan (Islam) yang sudah mapan. Katakanlah, saat itu banyak orang memisahkan antar kahidupan duniawi dan ukhrowi. Kehidupan ukhrowi –dengan meninggalkan kehidupan duniawi, dianggap lebih ”suci” dan mampu mengantarkan umatnya ke surga. Kini, Gus Mus (KH Mustofa Bisri) meneruskan estafet AA Navis dengan cerpen yang tak jauh beda. Hanya saja, Gus Mus lebih mengekplorasi dunia pesantren di Jawa, dunia tempat kyai ini bergelut dalam keseharian. Dalam cerpen-cerpennya, Gus Mus mengajak kita memahami dunia pesantren dan relijiusitas secara lengkap. Termasuk dunia sufistik yang jarang terekspos ke publik. Salah satu cerpen Gus Mus yang menarik adalah Amplop Abu-Abu. Cerpen ini mengisahkan seorang mubaligh yang kesehariannya diisi dengan berceramah,

kritik sastra

Kritik Relijiusitas dalam Cerpen Gus Mus Pada tahun 1950-an, publik sastra Indonesia digemparkan cerpen AA Navis yang bejudul Robohnya Surau Kami. Dengan cepat cerpen ini menjadi perbincangan karena tema yang dosodorkan ”mengejek” sistem keberagamaan (Islam) yang sudah mapan. Katakanlah, saat itu banyak orang memisahkan antar kahidupan duniawi dan ukhrowi. Kehidupan ukhrowi –dengan meninggalkan kehidupan duniawi, dianggap lebih ”suci” dan mampu mengantarkan umatnya ke surga. Kini, Gus Mus (KH Mustofa Bisri) meneruskan estafet AA Navis dengan cerpen yang tak jauh beda. Hanya saja, Gus Mus lebih mengekplorasi dunia pesantren di Jawa, dunia tempat kyai ini bergelut dalam keseharian. Dalam cerpen-cerpennya, Gus Mus mengajak kita memahami dunia pesantren dan relijiusitas secara lengkap. Termasuk dunia sufistik yang jarang terekspos ke publik. Salah satu cerpen Gus Mus yang menarik adalah Amplop Abu-Abu. Cerpen ini mengisahkan seorang mubaligh yang kesehariannya diisi dengan berceramah,

perpusda grobogan

Perpusda Setelah SOTK Oleh Junaidi Abdul Munif Peran Perpusda (Perpustakaan Daerah) Kabupaten Grobogan teramat penting bagi perkembangan SDM (sumber daya manusia) masyarakat Grobogan. Diharapkan, Perpusda menjadi kawah candradimuka pergulatan intelektualitas warga Grobogan yang, -jujur harus diakui- belum banyak tergali. Sebelum SOTK (Sistem Operasional dan Tata Kerja) yang sampai sekarang belum “ketok palu”, Perpusda bernaung di bawah atau bersatu dengan bagian Pengolahan Data dan Arsip Daerah. Penyatuan dua bagian yang berbeda ini, sedikit banyak berpengaruh bagi kinerja Perpusda. Sebab, Perpusda tak bisa melaksanakan kebijakannya sendiri yang otonom. Perpusda harus mendapat persetujuan dari bagian yang secara hierarkis berada di atasnya. Bupati Grobogan, H Bambang Pudjiono mengatakan, ada empat perda yang masih dievaluasi gubernur sehingga belum bisa dilaksanakan hingga akhir bulan Mei (Suara Merdeka, 31 Mei 2008). Yang menggembirakan, perda tentang Perpusda tak termasuk dari emp

apatisme demokrasi

Sikap Politik yang Apolitis Oleh Junaidi Abdul Munif Hajatan besar Jawa Tengah untuk memilih gubernur dan wakil gubernur telah terlaksana pada minggu, 22 Juni 2008. Untuk pertama kali inilah, warga Jawa Tengah memilih secara langsung pemimpinnya. Sebuah cara berdemokrasi yang telah lama diimpikan oleh mereka yang merindukan demokrasi rakyat yang partisipatif. Seluruh lembaga yang berkaitan langsung maupun tidak dengan pemilihan gubernur ini sudah cukup proaktif untuk mensosialisasikan pelaksanaan pilgub. Namun, di lapangan sungguh ironis. Angka golput terbilang tinggi. Rata-rata 40 persen. Bahkan ada yang lebih dari 50 persen. Sebuah antiklimaks dari pesta demokrasi, jika menilik seharusnya gawe besar ini disambut oleh seluruh masyarakat Jawa Tengah dengan antusias. Demokrasi yang dalam bahasa Jerman didefinisikan dengan regierung der regierten, pemerintahan dari mereka yang diperintah (F Budi Hardiman) mengandaikan sebuah ruang di mana kepentingan rakyat harus disampaikan kepada pe

che dan fals

Idealisme VS Kapitalisme, Che dan Iwan Fals Che Guevara adalah ikon perlawanan. Seorang revolusioner yang bergerilya langsung dan memobilisasi pasukan perang. Musuh Amerika yang dianggap penyebar ideologi kapitalisme. Pemuda Argentina yang sebetulnya bisa hidup mapan karena ekonomi keluarga yang mapan pula, memilih meninggalkan pintu karir kedokteran yang telah dirintisnya sejak kuliah. Ia tinggalkan dunia yang tenang dan aman, lalu beralih ke jalur kiri, yakni jalur perlawanan. Che melawan, baik secara poliitk maupun militer. Semangatnya yang menggebu-gebu untuk melihat masyarakat yang adil dan berkemakmuran, membuatnya dipuja sebagai ikon perlawanan. Hampir tak ada aktivis pergerakan sosial yang menafikan Che sebagai figur idola. Che hidup dalam idealismenya, dan ia terus berupaya menghidupkan idealismenya. Idealismenya bukan hanya utopia, bersama orang-orang yang bisa dipengaruhinya, ia terus berupaya mewujudkannya. Meski pada akhirnya, di pedalaman Bolivia, tentara Amerika me

grenengan nasionalisme

Oleh Junaidi Abdul Munif Sabtu malam, menjelang 17 Agustus, saat banyak seremoni yang digelar tiap RT, terlibat diskusi menarik dengan seorang kawan. Sambil menyaksikan meriahnya acara tujuh belasan yang digelar sebuah RT di sekitar pesantren kami, kami mulai membicangkan peristiwa yang terjadi di sana. Kompleks itu adalah kompleks perumahan yang cukup megah. Sebagai identitas dari sebuah kawasan urban, karena memang sangat sedikit orang yang tinggal di situ merupakan warga asli, kami mempertanyakan mengapa warga begitu antusias menjalani seremoni tahunan itu. Sengaja mempertanyakan itu, karena yang dari desa, tak bisa mendapatkan suasana seperti itu. Di mana para orang tua bukan hany datang, tapi terlibat aktif. menyaksikan sendiri para orang tua yang mempersiapkan tempat acara pagi harinya. Saat pentas, setelah anak menari dan menyanyi, digelarlah hiburan organ tunggal. Mereka mengundang seorang biduan, dan banyak bapak-bapak yang naik panggung dan duet dengan sang biduan. Lalu senga

selamat jalan kawan

Begitu Cepat (alm Kang Ahmad Syafi’i) Begitu cepat engkau ditelan pekat Bahkan kereta waktu Yang terus memburu Tak mampu rengkuh kain kafanmu Yang melambai gemulai Di atas nisan itu Begitu cepat sengak kamboja Melumuri tubuhmu Dan harum doa Hanya mampu mengantarmu Pulang ke tempat peristirahatan awal

jalan cinta seorang hamba

Jalan Cinta Seorang Hamba Sekian waktu, aku telusuri jalan yang menjauhkanku dariMu Tanganku memegang kerikil, sedang mulutku mereguk keringat yang terasa seperti amis darah O, mabuk ynag limbung. Aroma maksiat yang menggoda hidungku, menarik nurani agar menautkan hati ke sana, dalam jerat iblis teman setia Menjelajah dosa-dosa, nama-nama neraka yang terukir di otakku Perutku tak pernah lapar, selalu memburu kenikmatan yang ditawarkan makhlukMu, si tervonis durhaka yang umurnya ditangguhhkan sampai akhir segalanya tiba Di mana tempat aku semakin melupakan diriMu. Diiringi musik-musik yang mengalun dari jahanam, dan tarian gemulai makhluk yang dicuri dari tulang rusuk kiriku Nafsu yang binal, liar menghantam norma yang ditentukan kitabMu Perjalanan semakin jauh melupakanMu. Sampai pada titik kulminasi, kerikil yang kupegang berubah menjadi bara, dan keringat berubah jadi raksa yang memburaikan ususku O, mengapa harus kurasakan panas dan perih yang dulu begitu dingin dan nikmat? Mengapa

Tiga Apatisme

Tiga Apatisme Apatisme 1 Jumat, 15 Agustus 2008, saya diajak seorang kawan, ke Tambaklorok, sebuah kawasan pantai dan kampung nelayan di Semarang Utara. Ada acara IPNU/IPPNU Kota Semarang dan PMII Komisariat Walisongo. Mereka mengadakan acara penanaman mangrove, sekedar usaha kecil untuk menyelamatkan ekosistem pantai yang semakin tak terkendali. Ya, Semarang Utara memang dikenal dengan kawasan rob. Dan salah satu penyebabnya adalah reklamasi pantai yang (sering) terlambat dilakukan. Kita sering kelimpungan ketika bencana sudah menghadang di depan. Kita bukan pemikir antisipatif, yang selalu mengambil ancang-ancang ketika bencana belum menghadang. Dan, ketika kondisi pantai sudah memprihatinkan, laut tak lagi biru, air laut bukan lagi menawarkan bau garam, tapi bacin sampah dari segala kotoran. Dan pasir tak lagi putih, tapi hitam pekat. Ah, saya teringat lagunya Iwan Fals Tak Biru Lagi Lautku, yang syairnya persis dengan yang saya jumpai di Tambaklorok jumat sore itu. Lalu saya tering

catatan kecil tentang Grobogan

Era Baru Industrialisasi di Grobogan Oleh Junaidi Abdul Munif Grobogan mengalami babak baru dalam dunia industri. Kabupaten terluas kedua di Jawa Tengah (setelah Cilacap) selama ini lebih dikenal sebagai kabupaten agraris. Dengan sektor pertanian sebagai komoditi ekonomi utama masyarakatnya. Namun, seiring akan diteruskannya proyek pembanguan pabrik semen membuka babak baru bagi dunia industri di Grobogan. Setelah terbengkalai selama sepuluh tahun karena krisis ekonomi, proyek tersebut mulai dibuka kembali. Bupati Grobogan Bambang Pudjiono optimistis pembangunan itu bisa terealisasi dalam waktu dua tahun ke depan. Rencananya pabrik tersebut akan mampu memproduksi semen hingga 2,3 ton per tahun dengan masa produksi 40 tahun (Kontan, 15/4/2008). Paling tidak, pembangunan proyek itu akan mengikis image Grobogan yang selama ini ”tidak bersahabat” dengan dunia industri. Bandingkan dengan kabupaten di sekitarnya; Demak, Kudus, Blora, dan Pati yang cukup me

Cerpil Kompas

Badut Kecil Oleh Junaidi Abdul Munif Teman-teman sering memanggilku Badut Kecil. Ini semua dimulai saat Bu Tuti menyuruh seluruh murid untuk menyebutkan pekerjaan ayahnya. Aku pun menjawab badut, karena memang itulah pekerjaan ayahku. Lalu teman-temanku, terutama Rina, mulai meledekku dengan memanggilku Badut Kecil. Aku sebel. Ingin rasanya aku marah dan gantian meledek Rina. Tapi apa yang mesti kuledek darinya? Setiap pergi kerja, ayahnya memakai jas dan dasi. Pasti pekerjaan ayahnya enak dan gajinya juga besar. Kalau aku meledeknya sebagai Bos Kecil, itu malah menjadi pujian baginya. Pokoknya sebel. “Halo Badut Kecil,” sapa Rina meledekku saat aku baru datang ke sekolah. Aku bergegas melangkah masuk kelas saat teman-teman lainnya ramai-ramai menertawakanku. Rasanya aku ingin menangis saja. Aku ingin pulang dan marah pada bapak karena pekerjaannya itu telah membuatku malu. “Sabar, Nis,” hibur Dewi yang selama ini memang baik p

Tragedi Prostitusi Cap OSIS

Tragedi Prostitusi Cap OSIS Oleh Junaidi Abdul Munif Beberapa waktu lalu Trans TV, lewat Reportase Sore-nya, menelusuri perilaku pelajar kita. Sebuah fenomena yang mencengangkan, tentang dunia prostitusi di kalangan pelajar. Bahkan dalam reportase itu ditampilkan pula seorang pelajar SMP yang sudah menjajakan kemolekan tubuhnya untuk para oom-oom hidung belang. Fenomena prostitusi di kalangan pelajar memang bukan hal baru. Setidaknya, lewat selentingan kabar, fenomena ini telah mencuat beberapa tahun lalu. Diawali dengan fenomena ayam kampus di kalangan mahasiswa. Masyarakat tampak bersikap terbuka, atau menganggap masalah ini hanya bersifat kasuistik, tidak dapat digeneralisasi kepada semua pelajar. Atau dianggap sebagai konsekuensi dari globalisasi yang menafikan sekat geografis dan moralitas. Awalnya fenomena itu hnaya terjadi di kota besar, sebuah ruang tempat bertemunya beragam komunitas, ideologi, dan gaya hidup yang berkembang dengan liar. Sal

Dilema Hubungan Indonesia-Australia

Potensi Geografis Indonesia-Australia: Modal Menjadi Macan Asia Pasifik Esai Junaidi Abdul Munif Indonesia dan Australia adalah dua negara bertetangga yang sudah menjalin hubungan diplomatik sejak lama. Australia membutuhkan Indonesia, terutama karena hampir seluruh lalu lintas perdagangan yang menuju Australia melewati perairan Indonesia. Sedangkan Indonesia, membutuhkan Australia lebih bernuansa politis, karena bargaining power Australia di mata internasional. Hal ini perlu dilakukan sebagai ujung tombak lobi Indonesia di tengah kebijakan global. Kedekatan secara geografis, mestinya menjadi titik awal bagi kerja sama yang solid di kawasan pasifik. Secara ekonomi, Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Australia memiliki sumber daya manusia (SDM) yang memadai sebagai aktor intelektual pengelolaan SDA di Indonesia. Namun, sebagai dua negara yang bertetangga, Indonesia-Australia layaknya dua orang yang bertetangga. Ada konflik sebagai bumbu rom

Gender dan Kegagalan Sosialisme

Gender dan Kegagalan Sosialisme * Oleh Junaidi Abdul Munif MENGAPA Uni Soviet runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara? Jawabnya bisa beragam. Namun, beberapa waktu lalu saya menemukan fakta yang menarik yang jarang terekspos ke publik.Mikhail Gorbachev, sang pemimpin terakhir era Komunisme Uni Soviet, dalam catatannya, glasnost dan perestroika, membeberkan fakta bahwa kegagalan sosialisme (sosialisme) antara lain dipicu karena masuknya perempuan dalam sektor publik. Apakah sektor publik itu? Ternyata bidang pekerjaan kasar, yang lebih pas dilakukan oleh laki-laki ketimbang perempuan. Dia mencontohkan banyaknya perempuan yang terlibat aktif dalam dunia industri sebagai teknisi (pekerja lapangan).Dia menyalahkan ide-ide kesetaraan gender yang didengungkan para feminis barat; perempuan adalah sama dengan laki-laki dalam kaitannya eksistensi dalam ruang publik. Eksistensi perempuan ke ruang publik sebagai manifestasi wacana gender barat harus dibayar mahal dengan rapuhnya sendi-sendi
http://www.clocklink.com/embed.js

sunyi, senja, sastra

Sunyi, Senja, Sastra Oleh Junaidi Abdul Munif SUNYI dan senja acap digarap para pengarang. Mengapa? Emha Ainun Nadjib menganggap sastra adalah dunia sunyi yang dijelajahi para sufi. Dalam berkarya, sastrawan lebih banyak berkutat dengan kesunyian. Suasana tenang, sepi, dan mungkin remang-remang dapat melecut imaji pengarang. Namun Rene Descartes pengecualian. Dia lebih senang menulis di kafe yang hiruk-pikuk. Sunyi secara harfiah bisa dipahami sebagai suasana yang nyaris mati. Tak ada gegap gempita. Kesendirian dan mungkin kegelapan juga sering diidentikkan dengan kesunyian. Bagi sastrawan, sunyi menghadirkan sensasi luar biasa. Dalam sunyi, sastrawan merenung, mengembara di dunia lain yang indah. Atau mungkin karena sastra adalah kerja kreatif individual, saat berkarya pengarang melepaskan diri dari situasi di sekitarnya. Senja tak kalah dari sunyi. Seno Gumira Ajidarma mewartakan keindahan senja ke khalayak. Membaca cerpen Seno seolah disuguhi senja dengan pesona warna-warni ajaib. K