Kita dan Agama Warisan
Kita harus mengakui, bahwa kebanyakan agama yang kita anut merupakan warisan dari orangtua, bukan karena kesadaran yang muncul karena proses pencarian untuk memilih agama. Bagaimana seandainya kita dilahirkan oleh orangtua yang tak beragama? Kemungkinan kita juga tidak akan menganut suatu agama pun. Kecuali, lingkungan sosial, -terlepas dari peran orang tua-, telah membuat kita tertarik untuk memeluk suatu agama tertentu. Lingkungan terdekat; keluarga dan masyarakat ikut mendukung pewarisan agama ini. Kita, yang ketika dewasa kemungkinan besar juga akan mewariskan agama kepada anak-anak kita, berada dalam lingkaran pengetahuan keberagamaan yang bergerak “lambat”. Agama dipahami secara kognitif (syariat), dan belum sampai kepada afektif (religiositas) dan psikomotorik (sikap tolerantif). Situasi demikian adalah risiko generasi kemudian, yang lahir ketika agama samawi (agama yang berada serumpun Abrahamic religion ) maupun agama yang diakui oleh negara sudah fina