Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kebangkitan Ilmu Politik Nusantara

Gambar
Data Buku Judul                           : Pesantren Studies 4a; Buku IV; Khittah Republik Kaum Santri dan Mada Depan Ilmu Politik Nusantara Penulis                     : Ahmad Baso Penerbit                    : Pustaka Afid Jakarta Tahun                       : April 2013   Tebal                         : xiv + 437 halaman Kebangkitan Ilmu Politik Nusantara Oleh Junaidi Abdul Munif Selama ini pesantren distigmatisasi sebagai lembaga pendidikan yang fokus pada ilmu agama Islam an sich , sehingga dicap sebagai lembaga yang kolot, tertinggal dengan ilmu-ilmu yang dianggap modern. Pesantren juga dianggap gagap menghadapi perubahan zaman, karena masih mempertahankan ciri khasnya yang klasik. Sementara kehidupan bergerak cepat dengan modelnya yang sekuler, atau anti dengan pemikiran agama yang dituduh rigid (kaku). Stigmatisasi pesantren sebagai “akar fundamentalisme” Islam mengemuka ketika isu terorisme banyak bertebaran pelaku bom bunuh diri yang

Membangun Karakter Pelajar Indonesia

Gambar
Data Buku Judul                         : Hidup Ini Keras, Maka Gebuklah! Penulis:                    : Prie GS    Penerbit                   : Visimedia Cetakan                    : 2012   Tebal                         : x ii + 574 halaman ISBN                          : 978- 065 - 149-X Membangun Karakter Pelajar Indonesia Oleh Junaidi Abdul Munif Pendidikan menjadi jantung kemajuan bangsa. Sebuah bangsa akan maju dan dapat berperan dalam dinamika global ketika pendidikan yang dijalankan berkualitas dan melahirkan lulusan yang berkualitas pula. Berkualitas luar dan dalam, dalam artian lulusan pendidikan Indonesia memiliki hard skill yang dapat bersaing dengan lulusan negara lain. Tapi lulusan kita juga punya soft skill , yang merupakan ejawantah dari kultur, nilai, dan watak masyarakat Indonesia yang berlangsung sejak nenek moyang kita ratusan (mungkin ribuan) tahun lalu. Dalam proses untuk mengejar kemajuan tersebut, kurikulum sebagai instrumen da

Wajib Belajar atau Wajib Sekolah?

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki program wajib belajar 12 tahun. Sebelumnya , kita akrab dengan program wajib belajar 9 tahun. Perkembangan zaman memaksa pemerintah untuk menaikkan standar minimal belajar , agar anak-anak Indonesia tidak tertinggal oleh anak-anak dari negara (yang dianggap) maju. Kendati dinamakan wajib belajar, yang dimaksud program ini adalah wajaib sekolah 12 tahun. Seperti dikatakan Men teri Anis Baswedan, “kalau sudah wajib belajar, jika tidak sekolah, anak bisa kena sanksi. Semua harus belajar ( Kompas, 30/10 ). Artinya, anak-anak minimal harus lulus setingkat SMA. Rincian nya adalah SD (6 tahun), SMP (3 tahun) dan SMA (3 tahun). Kita tampaknya begitu mudah dan tanpa beban menukar “sekolah” dengan “belajar”, seolah dua kata ini bersinonim. Sekolah dan belajar tentu saja adalah dua kegiatan yang sangat berbeda. Sekolah memiliki konsekuensi berupa ruang kelas, guru, mata pelajaran, jam pelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran yang terencan

Belajar Pendidikan pada Gus Dur

Belajar Pendidikan pada Gus Dur Oleh Junaidi Abdul Munif Pada 30 Desember 2015 lalu genap enam tahun KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) meninggalkan kita semua untuk menghadap Tuhan. Banyak warisan pemikiran Gus Dur yang masih menjadi topik diskusi hingga saat ini, dan tampaknya akan selalu relevan sampai masa depan. Semua itu tidak lepas dari kecemerlangannya dalam melihat berbagai masalah kehidupan untuk menemukan solusinya. Banyak dari kita mengenal Gus Dur sebagai kiai, politisi, pejuang demokrasi, tokoh toleransi, seorang humanis, dan atribut lain. Tapi penulis yakin, pemikirannya yang melintasi berbagai bidang itu tidak dapat dilepaskan dari proses pendidikan yang dijalani Gus Dur. Menurut sahabatnya, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus) dalam salah satu ceramah, Gus Dur belajar banyak ilmu dari khasanah Islam klasik sampai kontemporer. Kalau melihat Gus Dur hanya dengan satu kacamata ilmu, kita tidak akan bisa memahami Gus Dur dan langkah-langkahnya.   Harus diakui, pendidi