Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2009

EVOLUSI KIAMAT

Film 2012 menuai kontroversi karena memvisualisaikan kiamat dan dianggap menyesatkan lantaran berpendapat bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 2012. Film ini telah menimbulkan keresahan sebagian masyarakat yang menjadi paranoid dengan meyakini kiamat akan benar-benar terjadi pada tahun 2012. Film 2012 dibuat berdasarkan kalender suku Maya yang dikenal sebagai ahli astronomi. Kalender suku Maya berhenti pada tanggal 21 Desember 2012. Berhentinya kalender ini pada tahun 2012 dianggap sebagai tanda akhir kehidupan di dunia. Bagi umat beragama, tentu mafhum bahwa tidak ada yang tahu kapan datangnya kiamat, kecuali Tuhan. Manusia hanya berkewajiban menyiapkan bekal untuk kehidupan yang akan datang setelah kiamat. Karena setelah kiamat Tuhan menyediakan dua tempat untuk manusia, yakni surga untuk orang yang banyak pahala, dan neraka untuk orang yang banyak dosa. Justru karena datangnya kiamat hanya Tuhan yang tahu, maka bisa saja kiamat datang lebih cepat dari tahun 2012. Tidak ada yang

BUNUH DIRI DAN PATOLOGI SOSIAL

Kasus bunuh diri akhir-akhir ini marak terjadi. Dalam rentang waktu 30 November sampai 15 Desember setidaknya ada lima kasus dugaan bunuh diri. Modusnya sama, yaitu terjun dari gedung bertingkat, baik mal maupun apartemen. Sebelumnya, tower (menara pemancar) dan jembatan tinggi menjadi tempat untuk mengakhiri hidup pelaku bunuh diri. Bunuh diri bisa disebut sebagai tindakan a solution permanent to a temporay problem (solusi kekal untuk masalah yang sementara). Untuk masalah-masalah yang sebetulnya ringan seperti putus cinta, gagal membayar hutang, dan masalah lainnya yang menurut calon pelaku bunuh diri adalah besar karena ia hanya bersikap emosional sesaat dalam menghadapi masalah tersebut. Tindakan mengakhiri hidup telah mengalami pergeseran, yang sebelumnya orang bunuh diri merasa malu dan melakukannnya sembunyi-sembunyi, kini malah dilakukan di tempat umum (mal, apartemen, tower). Jika melihat gejala ini, pelaku bunuh diri sebenarnya ingin menunjukkan penderitaannya kepada kha

RUANG PUBLIK KEBUDAYAAN

KERJA kebudayaan menjadi termenarik untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat akan situasi yang tak beres. Kerja kebudayaan menjadi feedback untuk merespons masalah sosial, politik, ekonomi,agama,dan problem-problem yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Kebudayaan bisa menjadi celah menemukan kesepakatan kolektif untuk membersihkan ”noda-noda” sosial, politik,ekonomi,juga agama. Kebudayaan yang menjadi milik publik bisa beralih bentuk menjadi alat untuk menyampaikan kritik. Ini misalnya dilakukan oleh Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang menjadi ”corong” PKI untuk melakukan kritik terhadap kekuasaan pada 1960-an. Perdebatannya yang sengit dengan kelompok Manifest Kebudayaan tentang politisasi seni atau seni untuk seni menjadi perdebatan yang ”legendaris”dan menentukan arah kebudayaan Indonesia di tahun-tahun setelahnya. Soeharto menang dalam tragedi G 30 S dan membersihkan ormasormas yang dituduh underbowPKI, termasuk Lekra. Saat itulah seni benar-benar untuk sen

DILEMA SWIEKE DI GROBOGAN

Dilema Swieke di Grobogan • Oleh Junaidi Abdul Munif SWIEKE selama ini telah menjadi ikon kuliner Kabupaten Grobogan. Tak sulit mencari warung makan pinggir jalan sampai restoran yang cukup bergengsi yang menjual makanan itu. Jika mengatakan swieke, pasti akan dihubungkan dengan Kabupaten Grobogan. Sejak saya kecil, tiap malam di musim penghujan, saya sering menjumpai pencari katak (kodok) menyusuri sawah-sawah di kampung. Namun waktu itu pamor swieke belum setenar sekarang. Saat itu masih sedikit warung yang terang-terangan menjual makanan berkuah tauco itu. Makanan hasil olahan katak memang terkenal lezat. Bahkan media Ibu Kota pernah meliput swieke dari Purwodadi beberapa waktu lalu. Juga kiprah swieke Purwodadi yang telah berekspansi keluar Grobogan. Sebetulnya bukan hanya swieke saja yang menjadi olahan utama katak sawah. Penulis bersama kawan, pernah makan di warung nasi kucing di dekat Pasar Gubug, di situ menjual pepes katak. Terlihat enak. Tapi sayang penulis tak m

coretan tentang dongeng dan mentalitas korupsi

Dongeng dan Mentalitas Bangsa Oleh Junaidi Abdul Munif Dongeng dikenal sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada seorang anak. Biasanya disampaikan sebagai pengantar tidur anak atau disampaikan sebagai media pembelajaran di kelas. Penyampaian dongeng sebelum tidur memiliki harapan agar anak yang mendengar dongeng tersebut merekam dengan baik isi dan amanat yang mengandung pesan-pesan kebajikan tersebut. Karena disampaikan untuk anak-anak, dongeng memiliki watak yang khas: hitam-putih. Karakter dalam dongeng dijelaskan secara baik-jahat. Maka selalu muncul tokoh pahlawan dan penjahat, protagonis dan antagonis. Yang semuanya berujung pada pesan moral bahwa kebaikan selalu menang dan anak-anak harus berbuat baik agar selalu menjadi pemenang. Sebagai bentuk pitutur atau sastra lisan, dongeng biasanya anonim. Tak diketahui siapa pencipta dongeng. Dalam masyarakat yang tumbuh dalam budaya lisan seperti kita, dongeng terus tumbuh secara alamiah, hidup dari generasi ke generasi. Meski

coretan tentang pasar gubug pasca terbakar

Bagaimana Pasar Gubug Pasca Terbakar? Oleh Junaidi Abdul Munif Di mana pasar Gubug akan direlokasi untuk sementara setelah terbakar pada Minggu, 15/11/09 pukul 17:00 WIB? Pertanyaan ini penting dilontarkan mengingat pasar Gubug merupakan pasar yang besar dan menjadi sentra ekonomi masyarakat Gubug dan kecamatan di sekitarnya. Kesemrawutan penataan pasar pasca terbakar akan berdampak buruk pada mobilitas ekonomi warga Gubug dan kecamatan sekitarnya. Tidak hanya warga Gubug yang menjadikan pasar ini sebagai pusat transaksi ekonomi. Warga kecamatan Tegowanu, Tanggungharjo, Kedungjati, Ginggangtani dan Dempet menjadikan pasar ini sebagai tempat jual beli. Hal ini karena posisi pasar yang strategis, yakni berada di tengah-tengah antara kecamatan-kecamatan tersebut. Pasar Gubug juga dekat dengan stasiun kereta api yang membuat distribusi barang antar kota lebih mudah dan cepat. Posisi strategis lain dari pasar Gubug adalah tidak berada di jalur utama Semarang-Purwodadi. Tidak seperti pas

coretan tentang Miyabi

Miyabi, Moralitas, dan Kita Oleh Junaidi Abdul Munif Kedatangan Maria Ozawa alias Miyabi ke Indonesia sudah menuai kontroversi jauh-jauh hari. Bintang film porno asal Jepang ini mendapat ”undangan” main film di Indonesia dengan judul Menculik Miyabi yang oleh produsernya disebut sebagai film bergenre komedi yang dijanjikan akan bebas sama sekali dari adegan porno. Gelombang penolakan Miyabi dimulai dari penentangan MUI. FPI berdemo menolak kedatangan Miyabi, ustadz Yusuf Mansyur berniat memberi tausiyah kepada Miyabi. Alasan penolakan Miyabi seragam, karena dikuatirkan akan memengaruhi moral generasi muda. Moralitas generasi muda yang telah mengalami degradasi akan semakin ”hancur” jika Miyabi benar-benar datang ke Indonesia. Jika dalih yang digunakan untuk menolak Miyabi adalah demi menjaga moralitas anak-anak muda, sangat terkesan lucu. Tanpa Miyabi datang pun, masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan film-film porno melalui internet maupun handphone. Dunia yang lebar ini telah d

coretan untuk sahabat (YAB)

Na(r)sionalisme Oleh Junaidi Abdul Munif Perasaan mencintai diri sendiri (narsisisme) dan mencintai daerah, tanah kelahiran, negara (nasionalisme) hampir selalu melekat pada diri setiap orang, meski kadarnya berbeda-beda. Sekecil apa pun, narsisisme dan nasionalisme itu tumbuh di setiap diri. Ketika bercermin, diam-diam, kita mengagumi diri sendiri. Memuji kita sangat cakep. Saat berbicara, kita mencoba menyembunyikan narsisisme dengan bahasa yang santun, agar lawan bicara tak mencemooh kita. Saya mempunyai seorang sahabat. Yang boleh dikatakan narsis sekaligus nasionalis. Saya menyingkatnya menjadi narsionalisme. Narsisisme saya lihat bagaimana dia selalu ”menyombongkan diri”, dan tak rela kalau dia dibilang bodoh, jelek, atau kalah. Saya begitu menyukainya ketika dia bilang: ah, mereka jelek karena tidak ada saya. Dia juga merasa bahwa dialah yang terbaik. Pernah suatu kali, dia mengikuti sebuah lomba. Sebelum lomba, ia sms saya: seberapa yakin kau akan menang? Saya dengan meras

coretan tentang kota atlas

Paradoks Kota Atlas Oleh Junaidi Abdul Munif Menyaksikan Semarang hari ini adalah seperti menyaksikan sebuah karnaval kapitalisme. Hampir tiap sudut kota, dijejali dengan mal, tempat makan, pusat perbelanjaan yang berbau asing. Ruang publik yang semula bersifat sosial-interaktif, kini bergeser ke sifat ekonomis-transaktif. Mal memang sangat ramai, tapi masing-masing diri (pengunjung) seperti mengalienasi diri dari lingkungan sosialnya. Interaksi terjadi hanya ketika terjadi transaksi suatu barang. Semarang tampaknya ingin menjadi kota metropolis yang maju dan sejajar dengan kota metropolitan lainnya. Proyek prestisius SPA (Semarang Pesona Asia) menjadi penanda jelas bagaimana kota Atlas ini hendak menjadi kota wisata berlevel Asia. Fasilitas-fasilitas wah terus dibangun. Atas nama keindahan tata ruang kota, pedagang kaki lima digusur secara paksa. Hal ini secara langsung menggerus potensi lokal yang dibangun masyarakat untuk meningkatkan ekonomi. Dari teropong sejarah, kita sed

coretan tentang Moge

Borjuasi Transportasi Moge Oleh Junaidi Abdul Munif Memiliki kendaraan mewah atau moge (motor gede) adalah hak masyarakat yang mampu secara finansial. Regulasi pemerintah dalam bentuk ijin dan pajak barang mewah juga diatur sehingga memberi sumbangan devisa negara. Namun, hal ini akan menjadi masalah jika dihadapkan dengan kondisi mayoritas masyarakat yang tak mampu memiliki moge. Sering kita dengar parade moge mendapat kritikan dari masyarakat pengguna jalan raya. Pengendara moge sering dianggap arogan dengan mamakai jalan raya seenaknya sendiri. Bunyi sirene serupa ambulans atau polisi sering terdengar saat rombongan moge melintas. Masyarakat telanjur meyakini bahwa bunyi sirene adalah milik ambulans dan polisi yang tak bisa diganggu gugat dan diwajibkan mendahulukannya. Pengendara lain harus menyingkir ketika terdengar bunyi sirene. Akan tetapi ketika yang lewat adalah rombongan moge, kecewalah masyarakat. Memang jalanan ini milik nenek moyangnya, begitu kira-kira keluhan masyar

coretan tentang bom marriot 2

Anomali Tragedi di Televisi Oleh Junaidi Abdul Munif Peristiwa pengeboman di Hotel JW Marriott dan Ritz Charlton (Jumat, 17 Juli 2009) menyita perhatian masyarakat kita. Televisi hadir dengan informasi yang terus di-update demi memuaskan dahaga masyarakat yang ingin cepat tahu dan bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Televisi, dengan breaking news misalnya, langsung menayangkan langsung dari lokasi ledakan. Gambar-gambar yang mengerikan dari efek ledakan itu, korban meninggal dan luka-luka membuat perasaan pemirsa miris dan mengutuk pelaku pengeboman yang tak manusiawi itu. Agar lebih berbobot, dihadirkan para pakar untuk menganalisa peristiwa tersebut dari berbagai sudut pandang. Masyarakat pun diajak untuk melihat peristiwa itu tidak secara taken for granted, mak bedunduk terjadi. Tapi terkait dengan terorisme global yang mempunyai misi “menghancurkan” Amerika dan sekutunya. Dengan menghadirkan berita tersebut, televisi telah menjalankan fungsinya sebagai media informasi yang b

OI

Gambar

coretan mengenang Michael Jackson

Bahagia Itu dari Hati Oleh Junaidi Abdul Munif Kamis, 25 Juni kemarin dunia musik berduka. Salah satu putra terbaiknya (kayak pahlawan aja, hehe) telah ninggalin kita untuk selama-lamanya. The King of Pop, Michael Jackson meninggal dunia karena gagal jantung. Dunia pun terhenyak (walah!), apalagi dia akan menggelar konser “terakhir” di London bulan Juli. Belum kesampean niat itu, ajal telah lebih dulu menjemputnya. Rekaman saat ia pidato tentang konser itu dianggap sebagai firasat kalau ia akan mati. Kematiannya pun terselubungi misteri yang belum terkuak. Kematian yang mendadak dan misterius ngingetin kita sama bintang-bintang Hollywood yang mati saat mereka tengah berada di puncak popularitas. Jim Morrison, Marlyn Monroe, Jimi Hendrix, John Lennon, Elvis Presley dan Kurt Cobain adalah sederet nama musisi dan artis yang mati mendadak dan penyebabnya masih misterius. Setelah Jacko meninggal dalam usia 50 tahun, kita disuguhin episode kilas balik kisah hidupnya yang mengharu biru (p

coretan tentang UU Rahasia Negara

Ambiguitas Rahasia Negara Oleh Junaidi Abdul Munif Rancangan Undang-undang Rahasia Negara nenuai kontroversi karena dianggap tidak sesuai dengan semangat reformasi yang terbuka dan menuntut akuntabilitas publik. Hak-hak publik untuk mengetahui kondisi dalam sebuah negara seakan dikebiri. Semangat untuk menolak disahkannya UU Rahasia Negara bisa jadi merupakan dampak dari warisan Orde Baru yang meninggalkan segudang luka yang mencederai publik. Pemerintahan Orde Baru yang represif seperti melakukan pembohongan publik terhadap rakyat. Akhirnya ketika Reformasi meletus, terkuaklah seluruh rahasia ”hitam” Orde Baru. Istilah rahasia negara sendiri harus diletakkan secara proporsional. Sebab istilah ini masih rancu dan rentan terjadi ambiguitas (multitafsir). Apa yang disebut rahasia negara itu? Apakah yang berkaitan dengan kerjasama (hubugan) luar negeri atau masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat? Sejauh menyangkut posisi Indonesia di mata internasional, perlu definisi yang je

coretan tentang regenerasi tandur yang mendek

Stagnasi Regenerasi Perempuan Tandur Oleh Junaidi Abdul Munif Dalam masyarakat agraris, tandur (menanam padi) menjadi awal bagi proses masa tanam padi. Sebelumnya terjadi masa pra-tandur yang diawali dengan pembajakan sawah dan persemaian benih. Dari dua proses ini, tampak terdapat pembagian kerja berdasarkan gender. Proses membajak sawah, dari awal sampai siap ditanduri, dikerjakan oleh laki-laki. Begitu juga ketika mengambil persemaian benih yang siap ditandur juga dikerjakan laki-laki. Perempuan mulai bekerja saat tandur dan menyiangi (matun). Memang, dua macam pekerjaan ini membutuhkan ketelatenan dan tenaga yang tak begitu besar. Sehingga lebih cocok dikerjakan oleh perempuan yang telanjur distereotipkan sebagai makhluk lemah (fisik) tapi tekun. Tandur juga bukan semata bernilai produksi. Di dalamnya terdapat nilai-nilai kultural khas desa: kebersamaan dan guyup rukun. Tandur juga sering menjadi ajang rembug desa antar perempuan untuk menyelesaikan masalah-masalah sekitar mer

coretan tentang UU BHP

Mengupayakan Pendidikan Tandingan Oleh Junaidi Abdul Munif Beberapa waktu lalu Senat Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo mengadakan seminar Masa Depan Pendidikan di Indonesia Pasca Diberlakukannya UU BHP. Sekaligus juga Musyawarah Daerah (Musda) Ikatan Mahasiswa Keguruan dan Ilmu Pendidikan Seluruh Indonesia (IMAKIPSI) Wilayah Jawa Tengah. Sebelum disahkan menjadi UU, RUU BHP memang telah menjadi polemik panjang berbagai kalangan yang khawatir akan membawa pendidikan Indonesia ke arah komersialisasi dan kapitalisasi pendidikan. Akibatnya bagi rakyat adalah tertutupnya akses untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana diamanatkan UUD 1945. UU BHP memang telah disahkan dan akan dijadikan legal formal dalam sistem pendidikan di Indonesia. Demonstrasi dan wacana mahasiswa seolah menguap begitu saja karena tak mampu menahan agar RUU ini tidak jadi diketok palu. Tema seminar tersebut menjadi pemantik bagaimana seharusnya pendidikan di Indonesia. Kebetulan, yang menjadi narasumber da

bersama kaos yang telah lenyap

Gambar

coretan naskah lomba esai (meski tak menang)

Ekonomi Kreatif, Ekonomi Kepemudaan Oleh Junaidi Abdul Munif Potret pemuda hari ini adalah gambaran tentang perilaku yang mengarah ke hedonisme-konsumerisme. Mereka dikepung dengan berbagai produk yang mementingkan citra remaja yang gaul, smart, funky, ceria, dan instan. Ideologi gaulisme ini kalau dirunut jauh ke dalam, pada akhirnya hanyalah salah satu strategi untuk memasarkan sebuah produk. Televisi dengan sangat baik menggambarkan bagaimana remaja hidup sebagai entitas yang tumbuh dan bergaul secara global. Karena itu produk-produk yang menjadikan mereka sebagai target pasar adalah gaya hidup (life style) yang berkiblat ke barat. Proses identifikasi menjadi manusia global inilah yang perlahan mengikis rasa nasionalisme akan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jaket dan atribut yang melekat, bukan dilabeli dengan bendera merah putih, namun bendera Amerika Serikat, Inggris, atau negara yang diasosiasikan sebagai kiblat modernitas. Gerakan konsmumerime secara massif

coretan tentang srikandi

Jenis Kelamin Srikandi Oleh Junaidi Abdul Munif Membaca rubrik Nama & Peristiwa, (Kompas, 26/6) hal 32: tentang Zivanna Letisha Siregar (Zizi, 20 tahun), Putri Indonesia 2008 di bawah judul Gagal “Gowes”. Berita itu sebetulnya hanyalah berita ringan tentang cedera kaki yang dialami Zizi sehingga ia gagal mengikuti gowes pada Kompas Fun Bike Bersepeda Damai pada Minggu (28/6). Namun, yang membuat saya tergelitik adalah saat disinggung keikutsertaannya dalam ajang Miss Universe 2009 pada 23 Agustus yang akan diadakaan di Bahama. Saya tergelitik dengan paragraf…. Untuk ajang Miss Universe, Zizi berencana tampil dengan kostum Srikandi yang menyimbolkan sosok perempuan kuat Indonesia…. Kenapa tergelitik? Bukankah itu bagus untuk menunjukkan kekhasan Indonesia? Lho, apa yang salah? Ya, tentang Srikandi yang menjadi simbol perempuan kuat Indonesia. Selama ini kita mengenal Srikandi hanya sepotong. Dengan nama depan Sri, seolah sudah dengan sendirinya menunjukkan jenis kelaminnya

bukuku bersama mas asti dan mas roziqin

Gambar

coretan tentang soliloqui menulis

Menulis Adalah Soliloqui Oleh Junaidi Abdul Munif Menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan, di kertas ataupun komputer adalah tenggelam dalam dunia yang intim. Semacam soliter, kesunyian, yang teralienasi dari dunia di luar penulis. Menulis juga menjadi situasi soliloqui, berbicara dengan diri sendiri. Budi Darma, sastrawan senior menjelaskan bagaimana soliloqui yang dia alami itu begitu kuat. Ia seperti tak bisa berhenti menulis. Karya mastrepiecenya, novel Olenka, awalnya direncanakan akan dibuat sebagai sebuah cerpen. Namun, ketika ia menulis, ide-ide begitu deras mengalir, seolah tak mau berhenti. Tulisan yang dia buat tak berhenti hanya beberapa halaman yang sesuai standar cerpen, tapi jadilah novel Olenka yang begitu terkenal itu. Ketika mulai intim dengan dirinya sendiri inilah, penulis bisa bebas menuliskan apa saja yang terlintas di kepalanya. Tak perlu etika bahasa, teori menulis, sistematika tulisan dan sebagainya yang bersifat teknis. Semua mengalir begitu saja, apa adan

ini buku karyaku dengan badiatul muchlisin asti

Gambar

coretan tentang pengarusutamaan jender

Pengarusutamaan Gender di DPRD Jateng Oleh Junaidi Abdul Munif Calon legislatif yang bertarung di pileg April lalu telah terpilih seratus anggota legislatif yang akan duduk di Gedung Berlian periode 2009-2014. Hal yang mengembirakan bagi perempuan karena dari 100 wakil rakyat terpilih, 21 di antaranya adalah perempuan. Naik 6 persen dari dari periode sebelumnya yang hanya 15 orang. Di DPR RI juga terjadi peningkatan anggota legislatif perempuan yang signifikan, dari 63 menjadi 99 orang. Komposisi tersebut hampir mendekati 30 persen dari total jumlah anggota dewan. Perempuan yang duduk di parlemen memiliki posisi strategis dan penting mengenai isu-isu gender. Mengingat di Jawa Tengah merupakan propinsi yang sering terjebak masalah isu-isu perempuan. Semisal traficking, cuti menstruasi dan cuti hamil bagi pekerja di pabrik garmen yang bertebaran di Jawa Tengah. Isu-isu gender yang merugikan perempuan menjadi pekerjaan rumah anggota legislatif terpilih. Kasus KDRT, Undang-undang Buruh, p

coretan sederhana tentang pameran buku

Dilema Pameran Buku Oleh Junaidi Abdul Munif Tiada yang lebih nikmat bagi pencinta buku selain berada di sebuah tempat yang penuh buku. Mereka bisa ”berdialog” dengan pemikiran tokoh-tokoh yang diabadikan dalam bertumpuk-tumpuk kertas itu. Tempat itu adalah toko buku yang memajang buku dari berbagai disiplin ilmu. Namun, banyak ”keterbatasan” ketika berkunjung ke toko buku. Sering didapati tak ada buku yang ”sengaja” dibuka plastik pembungkusnya. Bagi yang tak mendapatkan info mengenai buku tersebut, tentu saja kesulitan untuk mengetahui isinya. Sementara ingin merobek, takut ditegur oleh satpam atau karyawan. Apalagi buku-buku yang dijual harganya cukup mahal. Mungkin hanya pencinta buku sejati yang bisa mengeliminasi faktor harga buku. Maka, pameran buku selalu menjadi surga bagi para pencinta buku, terutama mahasiswa yang memang wajib bergaul dengan buku. Di sinilah para mahasiswa yang pas-pasan atau memang irit (pelit?) beli buku, bisa memborong buku dengan harga murah. Ke