coretan tentang srikandi
Jenis Kelamin Srikandi
Oleh Junaidi Abdul Munif
Membaca rubrik Nama & Peristiwa, (Kompas, 26/6) hal 32: tentang Zivanna Letisha Siregar (Zizi, 20 tahun), Putri Indonesia 2008 di bawah judul Gagal “Gowes”. Berita itu sebetulnya hanyalah berita ringan tentang cedera kaki yang dialami Zizi sehingga ia gagal mengikuti gowes pada Kompas Fun Bike Bersepeda Damai pada Minggu (28/6).
Namun, yang membuat saya tergelitik adalah saat disinggung keikutsertaannya dalam ajang Miss Universe 2009 pada 23 Agustus yang akan diadakaan di Bahama. Saya tergelitik dengan paragraf…. Untuk ajang Miss Universe, Zizi berencana tampil dengan kostum Srikandi yang menyimbolkan sosok perempuan kuat Indonesia….
Kenapa tergelitik? Bukankah itu bagus untuk menunjukkan kekhasan Indonesia? Lho, apa yang salah? Ya, tentang Srikandi yang menjadi simbol perempuan kuat Indonesia. Selama ini kita mengenal Srikandi hanya sepotong. Dengan nama depan Sri, seolah sudah dengan sendirinya menunjukkan jenis kelaminnya yang perempuan.
Karena ia perempuan, ahli memanah, maka dengan mudah pula kita berpikir pastilah dia sosok perempuan yang cantik. Seperti pahlawan-pahlawan dalam dongeng, yang digambarkan laksana bidadari sekaligus menyimpan kekuatan yang dahsyat.
Tokoh Srikandi adalah ahli memanah yang muncul dalam perang Bharatayudha karya Vyasa (Wyasa) antara Pandawa dan Kurawa. Dialah tokoh yang berhasil menancapkan panah-panahnya ke dada Bisma hingga akhirnya tersungkur dan mati. Arjuna yang dikenal sebagai pemanah ulung pun tak mampu merobohkan kakeknya yang sakti itu.
Saya menonton film Mahabharata versi India sekitar tahun 2006 di tv lokal Semarang, Cakra TV. Kebetulan saya menonton adegan saat panah-panah Srikandi menembus dada Bisma. Bisma sebagai seorang ksatria dan resi yang wicaksana, dapat melihat ke dalam, melebihi yang dilihat manusia awam. Ia mampu melihat lebih dari sekadar yang tampak. Maka ia pasrah dengan panah-panah Srikandi.
Bisma melihat Amba dalam diri Srikandi. Bisma dan Amba memiliki kisah kelam di masa lalu. Bisma yang bersumpah untuk hidup selibat (tidak menikah) tetap tak mau menikahi Amba yang sudah berada di genggamannya. Meski Amba rela untuk diperistri Bisma, tapi Bisma memilih mengikuti sumpahnya. Amba menanggung malu, karena dirinya seperti dihina: sudah diserahkan untuk menjadi istri, tapi calon suami tak mau karena lebih memilih memenuhi sumpahnya untuk hidup selibat.
Dari sinilah kutuk itu bermula. Amba akan menitis pada sosok yang bakal mengakhiri hidup Bisma yang sakti itu. Sosok terpilih itu adalah Srikandi. Maka ketika Bisma berhadapan dengan Srikandi, ia pasrah menunggu ajalnya yang telah dekat.
Dan, Srikandi, saya lihat dengan jelas di film itu, bukanlah seorang perempuan yang cantik. Tetapi, maaf, seorang wandu, banci, waria. Di sinilah letak ketergelitikan saya. Karena Zizi akan memakai kostum ala Srikandi yang menyimbolkan sosok perempuan Indonesia yang kuat.
Wah! Jika benar terjadi ia akan memakai kostum itu, saya takut kontingen Indonesia akan malu dengan ini. Mahabharata adalah epos besar dari India yang telah mendunia. Apa kata mereka, para pakar sejarah atau sastra India yang tahu bahw Zizi salah melihat jenis kelamin Srikandi?
Urusan kelamin Srikandi mungkin hanyalah urusan sepele. Kecuali tak disebutkan latar belakang Srikandi itu. Mungkin ada Srikandi lain asli Indonesia yang tak memiliki korelasi dengan Srikandi dari epos Mahabharata itu?
Mazhab Kelirumolog
Memang seperti ada dua versi Mahabharata. Satu dari India dan satu lagi dianggap asli Jawa. Ini bermula dari “invasi” India lewat agama Hindu-Budha yang sekaligus membawa serta karya sastranya.
Di Jawa, Yudhistira dikenal sebagai Puntadewa, Bima disebut Werkudara, Bisam disebut Bisma dan Srikandi tetap Srikandi. Ketika saya bertanya pada orang-orang tua yang menggemari cerita wayang, beberapa masih kukuh menganggap bahwa Mahabharata itu terjadi di Jawa.
Inilah pangkal kekeliruan itu bermula. Seperti galib diketahui, masyarakat kita adalah masyarakat yang asal tebas, meminjam Mochtar Lubis ketika membedah karakter masyarakat Indonesia. Mentalitas asal tebas, instan dan hanya mau enaknya saja, tanpa menghargai proses, memunculkan karakter masyarakat Indonesia yang khas: mudah percaya pada informasi yang diberikan dan tak mau mencari sumber asli informasi itu.
Dari latar belakang karakter ini, masyarakat kita pun menerima begitu saja kalau Srikandi itu adalah sosok perempuan cantik nan perkasa. Hanya beberapa pakar wayang yang tahu sejarah wayang dan karakter-karakter wayang sesuai naskah asli dari epos Mahabharata itu.
Jaya Suprana, budayawan yang lekat dengan julukan kelirumolog, menjadi sosok penting yang menjelaskan kakeliruan demi kekeliruan tapi dianggap benar karena kebiasaan. Salah yang terus dibiasakan. Dan hanya sedikit orang yang mau mencari kebenaran.
Kesalahan mengidentifikasi jenis kelamin Srikandi pun berjalan pada ranah kelirumologi itu. Mungkin saja pemberian identitas perempuan kepada Srikandi semata-mata menjaga kultur Jawa yang sopan. Banci, wandu, waria adalah gender ketiga yang tabu diungkapkan kepada publik.
Masyarakat yang malas membaca akan memunculkan karakter yang ceroboh intelektual dan pengetahuan. Sehingga kekeliruran demi kekeliruan terus saja dipelihara.
Mulailah kita belajar untuk mencari kebenaran informasi yang diberikan kepada kita. Kekeliruan-kekeliruan itu mungkin sepele. Tapi ketika itu dibawa ke ajang sekelas Miss Universe, malah akan semakin menunjukkan bopeng bangsa kita.
Oleh Junaidi Abdul Munif
Membaca rubrik Nama & Peristiwa, (Kompas, 26/6) hal 32: tentang Zivanna Letisha Siregar (Zizi, 20 tahun), Putri Indonesia 2008 di bawah judul Gagal “Gowes”. Berita itu sebetulnya hanyalah berita ringan tentang cedera kaki yang dialami Zizi sehingga ia gagal mengikuti gowes pada Kompas Fun Bike Bersepeda Damai pada Minggu (28/6).
Namun, yang membuat saya tergelitik adalah saat disinggung keikutsertaannya dalam ajang Miss Universe 2009 pada 23 Agustus yang akan diadakaan di Bahama. Saya tergelitik dengan paragraf…. Untuk ajang Miss Universe, Zizi berencana tampil dengan kostum Srikandi yang menyimbolkan sosok perempuan kuat Indonesia….
Kenapa tergelitik? Bukankah itu bagus untuk menunjukkan kekhasan Indonesia? Lho, apa yang salah? Ya, tentang Srikandi yang menjadi simbol perempuan kuat Indonesia. Selama ini kita mengenal Srikandi hanya sepotong. Dengan nama depan Sri, seolah sudah dengan sendirinya menunjukkan jenis kelaminnya yang perempuan.
Karena ia perempuan, ahli memanah, maka dengan mudah pula kita berpikir pastilah dia sosok perempuan yang cantik. Seperti pahlawan-pahlawan dalam dongeng, yang digambarkan laksana bidadari sekaligus menyimpan kekuatan yang dahsyat.
Tokoh Srikandi adalah ahli memanah yang muncul dalam perang Bharatayudha karya Vyasa (Wyasa) antara Pandawa dan Kurawa. Dialah tokoh yang berhasil menancapkan panah-panahnya ke dada Bisma hingga akhirnya tersungkur dan mati. Arjuna yang dikenal sebagai pemanah ulung pun tak mampu merobohkan kakeknya yang sakti itu.
Saya menonton film Mahabharata versi India sekitar tahun 2006 di tv lokal Semarang, Cakra TV. Kebetulan saya menonton adegan saat panah-panah Srikandi menembus dada Bisma. Bisma sebagai seorang ksatria dan resi yang wicaksana, dapat melihat ke dalam, melebihi yang dilihat manusia awam. Ia mampu melihat lebih dari sekadar yang tampak. Maka ia pasrah dengan panah-panah Srikandi.
Bisma melihat Amba dalam diri Srikandi. Bisma dan Amba memiliki kisah kelam di masa lalu. Bisma yang bersumpah untuk hidup selibat (tidak menikah) tetap tak mau menikahi Amba yang sudah berada di genggamannya. Meski Amba rela untuk diperistri Bisma, tapi Bisma memilih mengikuti sumpahnya. Amba menanggung malu, karena dirinya seperti dihina: sudah diserahkan untuk menjadi istri, tapi calon suami tak mau karena lebih memilih memenuhi sumpahnya untuk hidup selibat.
Dari sinilah kutuk itu bermula. Amba akan menitis pada sosok yang bakal mengakhiri hidup Bisma yang sakti itu. Sosok terpilih itu adalah Srikandi. Maka ketika Bisma berhadapan dengan Srikandi, ia pasrah menunggu ajalnya yang telah dekat.
Dan, Srikandi, saya lihat dengan jelas di film itu, bukanlah seorang perempuan yang cantik. Tetapi, maaf, seorang wandu, banci, waria. Di sinilah letak ketergelitikan saya. Karena Zizi akan memakai kostum ala Srikandi yang menyimbolkan sosok perempuan Indonesia yang kuat.
Wah! Jika benar terjadi ia akan memakai kostum itu, saya takut kontingen Indonesia akan malu dengan ini. Mahabharata adalah epos besar dari India yang telah mendunia. Apa kata mereka, para pakar sejarah atau sastra India yang tahu bahw Zizi salah melihat jenis kelamin Srikandi?
Urusan kelamin Srikandi mungkin hanyalah urusan sepele. Kecuali tak disebutkan latar belakang Srikandi itu. Mungkin ada Srikandi lain asli Indonesia yang tak memiliki korelasi dengan Srikandi dari epos Mahabharata itu?
Mazhab Kelirumolog
Memang seperti ada dua versi Mahabharata. Satu dari India dan satu lagi dianggap asli Jawa. Ini bermula dari “invasi” India lewat agama Hindu-Budha yang sekaligus membawa serta karya sastranya.
Di Jawa, Yudhistira dikenal sebagai Puntadewa, Bima disebut Werkudara, Bisam disebut Bisma dan Srikandi tetap Srikandi. Ketika saya bertanya pada orang-orang tua yang menggemari cerita wayang, beberapa masih kukuh menganggap bahwa Mahabharata itu terjadi di Jawa.
Inilah pangkal kekeliruan itu bermula. Seperti galib diketahui, masyarakat kita adalah masyarakat yang asal tebas, meminjam Mochtar Lubis ketika membedah karakter masyarakat Indonesia. Mentalitas asal tebas, instan dan hanya mau enaknya saja, tanpa menghargai proses, memunculkan karakter masyarakat Indonesia yang khas: mudah percaya pada informasi yang diberikan dan tak mau mencari sumber asli informasi itu.
Dari latar belakang karakter ini, masyarakat kita pun menerima begitu saja kalau Srikandi itu adalah sosok perempuan cantik nan perkasa. Hanya beberapa pakar wayang yang tahu sejarah wayang dan karakter-karakter wayang sesuai naskah asli dari epos Mahabharata itu.
Jaya Suprana, budayawan yang lekat dengan julukan kelirumolog, menjadi sosok penting yang menjelaskan kakeliruan demi kekeliruan tapi dianggap benar karena kebiasaan. Salah yang terus dibiasakan. Dan hanya sedikit orang yang mau mencari kebenaran.
Kesalahan mengidentifikasi jenis kelamin Srikandi pun berjalan pada ranah kelirumologi itu. Mungkin saja pemberian identitas perempuan kepada Srikandi semata-mata menjaga kultur Jawa yang sopan. Banci, wandu, waria adalah gender ketiga yang tabu diungkapkan kepada publik.
Masyarakat yang malas membaca akan memunculkan karakter yang ceroboh intelektual dan pengetahuan. Sehingga kekeliruran demi kekeliruan terus saja dipelihara.
Mulailah kita belajar untuk mencari kebenaran informasi yang diberikan kepada kita. Kekeliruan-kekeliruan itu mungkin sepele. Tapi ketika itu dibawa ke ajang sekelas Miss Universe, malah akan semakin menunjukkan bopeng bangsa kita.
Komentar