coretan tentang Miyabi

Miyabi, Moralitas, dan Kita
Oleh Junaidi Abdul Munif

Kedatangan Maria Ozawa alias Miyabi ke Indonesia sudah menuai kontroversi jauh-jauh hari. Bintang film porno asal Jepang ini mendapat ”undangan” main film di Indonesia dengan judul Menculik Miyabi yang oleh produsernya disebut sebagai film bergenre komedi yang dijanjikan akan bebas sama sekali dari adegan porno.

Gelombang penolakan Miyabi dimulai dari penentangan MUI. FPI berdemo menolak kedatangan Miyabi, ustadz Yusuf Mansyur berniat memberi tausiyah kepada Miyabi. Alasan penolakan Miyabi seragam, karena dikuatirkan akan memengaruhi moral generasi muda. Moralitas generasi muda yang telah mengalami degradasi akan semakin ”hancur” jika Miyabi benar-benar datang ke Indonesia.

Jika dalih yang digunakan untuk menolak Miyabi adalah demi menjaga moralitas anak-anak muda, sangat terkesan lucu. Tanpa Miyabi datang pun, masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan film-film porno melalui internet maupun handphone. Dunia yang lebar ini telah disempitkan oleh internet, yang memiliki manfaat dan madharat (bahaya) sekaligus. Tinggal kedewasaan masing-masing pihak ketika berhadapan dengan teknologi.

Mochtar Lubis, dalam bukunya Manusia Indonesia menyebut masyarakat Indonesia adalah masyarakat hipokrit, munafik. Di depan umum menghujat, tapi di belakang, secara sembunyi-sembunyi berperilaku tak jauh beda dengan apa yang dihujatnya.

Terlepas dari prejudice (prasangka) bahwa di Indonesia, cara untuk mendongkrak popularitas sebuah karya seni (terutama film) salah satunya adalah dengan cara menggelindingkan kontroversi, kasus kedatangan Miyabi ini tetap menarik.
Sederet pertanyaan bisa dilontarkan. Mengapa harus Miyabi? Tak adakah artis lain yang lebih pantas diundang untuk memerankan film tersebut? Lantas kenapa judulnya harus Menculik Miyabi? Tak bisakah diganti dengan judul Menculik Lucy Liu atau Menculik Zang Zi Yi, yang telah diakui kemampuan aktingnya?


Siapa Miyabi?


Miyabi adalah bintang film porno Jepang yang telah mendunia, meneruskan pendahulunya, Asia Carrera. Harap dicatat, Indonesia juga memiliki bintang film porno bernama Jade Marcella, yang telah “berkarir” di Amerika Serikat. Sayangnya belum ada kabar dia akan kembali ke Indonesia dan memerankan film baik-baik.

Dari browsing di internet, kita bisa mendapat informasi siapa sesungguhnya Miyabi. Dia ternyata adalah anak yang tidak diakui oleh orang tua dan teman-temannya gara-gara menjadi bintang film porno. Dia akhirnya memilih menghindari untuk sering tampil di hadapan publik dan hidup sendiri di apartemen yang harga sewanya 16 juta per bulan.


Menjadi Korban


Dari gambaran itu, kita bisa melihat betapa Miyabi sesungguhnya adalah orang yang sangat menderita. Betapa perih membayangkan psikologis dia yang ditolak keluarga dan teman-temannya. Pilihan untuk terus menjadi bintang porno, bisa jadi adalah cara dia untuk mendapatkan ruang eskapisme (melarikan diri) dari beban ”kutukan” orang-orang terdekatnya.

Miyabi adalah korban, bagaimana dalam industri film panas selalu menempatkan perempuan sebagai aktris utama yang wajahnya di ekspos habis-habisan, sementara yang laki-laki hanya tampak sebagai pemain figuran. Inilah sebentuk egosime laki-laki dan patriakisme yang mendambakan kenikmatan dengan menistakan tubuh perempuan.

Jaring-jaring patriakisme dan industri film biru ini semakin memerangkap Miyabi untuk keluar menjadi aktris yang benar-benar berakting untuk film baik-baik.


Menyelamatkan Miyabi


Karakter bangsa kita yang dikenal relijius ini ternyata sangat ”mengaharamkan” bumi pertiwi ini dipijak oleh orang-orang yang bergelimang dosa. Peribahasa karena nila setitik rusak susu sebelanga sangat ”dipegang teguh”. Miyabi adalah nila setitik itu, dan kita adalah susu sebelanga yang akan rusak karenanya.

Kasus penolakan Miyabi, sama saja dengan tak ikhlasnya kita menerima kembali orang-orang yang dicap sebagai pendosa. Seorang perampok akan selamanya dicap sebagai perampok. Seorang bintang porno akan selamanya dicap sebagai bintang porno. Karena itu mereka layak ditolak dan tak berhak hidup bersama kita.

Egosime relijius untuk menerima liyan, the others, orang lain yang telanjur dicap sebagai pendosa inilah sebetulnya yang membuat kemaksiatan terus merajalela. Kita seolah menutup pintu tobat bagi mereka yang benar-benar ingin kembali menjadi orang baik.

Sebelum bermain di Indonesia, Miyabi telah bermain film horor di Thailand. Ini membuktikan bahwa Miyabi ternyata bisa berakting layaknya artis beneran yang tak mengumbar syahwat. Bukan sebagai artis yang hanya lihai beradegan panas. Dia juga beberapa kali menjadi model video klip penyanyi Jepang. Ini menunjukkan bahwa Miyabi sesungguhnya memiliki potensi akting yang bagus.

Menangkap sisi positif dari kedatangan Miyabi ke Indonesia, jadikanlah terlibatnya Miyabi dalam film yang bukan menjadi trade marknya selama ini, adalah sebentuk ikhtiyar (usaha) menyelamatkan Miyabi. Bertobatnya Miyabi akan bisa menjadi contoh bagi yang lain, bahwa bermain film porno adalah sebuah kesalahan, karena ternyata mereka bisa akting dengan baik.

Siapa tahu, film-filmnya yang bukan porno membuat produser lain meliriknya dan lantas mengajak bermain film layaknya film biasa. Betapa itu akan sangat membantu Miyabi untuk kembali menjadi orang baik-baik yang diterima oleh keluarga dan teman-temannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Prie GS; Abu Nawas Zaman Posmo

coretan tentang hujan dan masa kecil