Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2010
Progresifitas Islam Mengikuti Zaman Oleh Junaidi Abdul Munif Islam sebagai agama, baik secara teologis maupun sosial-budaya memang tak pernah habis untuk dikaji. Banyak ilmuwan yang mencurahkan pemikirannya untuk mendalami Islam dari berbagai perspektif. Massifikasi kajian Islam memunculkan konsekuensi bahwa Islam akhirnya dikaji dengan berbagai disiplin ilmu, sesuatu yang mungkin tak terpikirkan oleh “founding fathers” Islam sekalipun, yakni generasi nabi dan sahabat. Perdebatan klasik selalu mengemuka, apakah Islam mesti dikaji dengan ilmu-ilmu yang lahir dari rahim Islam, seperti nahwu, shorof, usul fiqh, tafsir, tajwid. manthiq dan sebagainya atau boleh dikaji dengan disiplin ilmu lain, yang notebene lahir dari rahim Barat, Yunani dan Kristen, yang beberapa abad lamanya menjadi “musuh” Islam? Dikotomi Islam-Barat oleh sebagian kalangan telah memunculkan stigma dan ”vonis” yang satu lebih unggul dari yang lain. Seperti apa yang dikatakan oleh Samuel P Huntington tentang The C

"SLENCA" DAN HILANGNYA NURANI KITA

“Slenca” dan Hilangnya Nurani Kita Oleh Junaidi Abdul Munif Mas kang mas namine sinten Sakniki dintene Sabtu Mas kangmas kesah teng pundi Sapi kulo pun manak pitu Lagu campur sari berjudul Slenca di atas, mungkin tepat untuk menggambarkan situasi zaman, terutama kondisi kita hari ini, ketika aparatur negara tidak bekerja selayaknya abdi yang melayani raja; yakni rakyat yang menjadi pemilik sah republik ini dalam sistem demokrasi yang kita anut. Slenca, kata untuk menggambarkan ketidaknyambungan komunikasi antara komunikan dan komunikator. Ditanya A menjawab B, juga C, D dan seterusnya. Setiap pertanyaan seperti muspra (lenyap) tanpa bekas. Memang kupingnya yang tuli atau hatinya yang bebal sehingga tidak lagi memahami runtutan logika. Pantun zaman sekarang mengatakan “jaka sembung naik ojek, nggak nyambung jek”. Ketika slenca hadir dalam panggung sosial masyarakat menengah ke bawah, kita tangkap itu sebagai guyonan; bahwa masih ada orang yang tulalit, telmi (telat mikir)

TUMBAL DAN EUFEMISME POLITIK

Tumbal dan Eufemisme Politik Oleh Junaidi Abdul Munif SRI MULYANI Indrawati (SMI) tidak lagi menjadi menteri keuangan di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II. Ia pergi untuk menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia (Managing Director Wolrd Bank). Kepergian SMI telah mendapat restu dari Presiden, dan beliau sangat berharap SMI di posisi barunya akan memperkuat hubungan Bank Dunia dengan negara-negara berkembang. Setelah mengalami penundaan, hiruk-pikuk kasus bailout Bank Century yang merugikan negara 6,7 triliun dan menyedot energi para personel di Senayan (Pansus Century) dan masyarakat yang mengikuti perkembangan di media massa, drama ini sempat dilupakan karena ramainya kasus mafia pajak dengan aktor utama Gayus Tambunan dan Susno Duadji. Pengunduran diri SMI kiranya adalah awal terbukanya tabir jawaban dari kasus Bank Century. Ketika isu Bank Century ramai digulirkan, publik (lewat berita di media massa) digiring untuk meyakini bahwa pihak yang paling bertanggung jawab dalam pro