Dari Mana Datangnya Selingkuh?


            Perselingkuhan menjadi kisah ironis sekaligus menarik di panggung kehidupan kita. Infotainment mengemasnya sebagai nilai jual yang memikat penonton untuk melongok drama kehidupan pribadi para pesohor yang (seolah) berjalan mirip sinetron. Perceraian selebriti selalu diawali dengan adanya gosip perselingkuhan.  
            Perselingkuhan sering diasosiasikan sebagai sikap ketidaksetiaan pada pasangan. Perselingkuhan adalah bentuk pengkhianatan pada pasangan. Ketika drama perselingkuhan itu terbongkar, maka retaklah simpul-simpul ikatan suci pernikahan. Selalu ada posisi biner, antara pengkhianat dan korban perselingkuhan. Pada titik ini, patriarkisme tak berlaku. Karena korban bukan hanya wanita sebagaimana lazimnya yang mencuat dalam isu-isu gender. Banyak laki-laki yang diposisikan sebagai korban oleh media. 
            Berita tentang perselingkuhan kerap menghiasi media elektronik atau media cetak. Seorang lelaki yang membakar istrinya karena kepergok selingkuh, atau warga mengarak pasangan kumpul kebo adalah imbas dari terbukanya fakta maraknya perselingkuhan.      
            John Terry menjadi bulan-bulanan media di Inggris ketika affair-nya dengan pacar Wayne Bridge, sahabatnya di Klub Chelsea, terbongkar. Kisah affair pegolf Tiger Woods dengan beberapa wanita juga menjadi santapan lezat media. Ternyata, di negeri sekuler yang kadang melakukan desakralisasi terhadap lembaga pernikahan, perselingkuhan tetap menjadi sesuatu yang haram dan terkutuk.

Selingkuh Dalam Sastra

            Dalam khasanah sastra Indonesia, satire tentang perselingkuhan digarap Seno Gumira Ajidarma dalam salah satu cerpennya, Empat Adegan Ranjang (Sebuah Pertanyaan untuk Cinta). Di sini dia menggambarkan perselingkuhan rentan terjadi di kehidupan perkotaan yang menafikan norma sosial, masyarakat individualis, dan mobilitas masyarakat yang menyebabkan suami istri bisa bebas ke mana saja dengan meninggalkan pasangannya.
            Namun, Seno mengemasnya dengan sebuah “guyonan” bahwa ternyata dalam perselingkuhan antara Johan-Maya dan Anton-Susan adalah perselingkuhan dengan “bertukar pasangan”. Johan adalah suami Susan, Anton adalah suami Maya. Tragis.  
             Dari mana datangnya selingkuh? Pertanyaan ini bisa menjadi pintu masuk untuk menguak mengapa dalam dunia yang semakin bergerak ke arah modernitas ini perselingkuhan marak terjadi.
Sayyid Qutb menggambarkan dunia modern sebagai dunia yang mengalami kebangkrutan dalam tataran nilai-nilai (Ma’alim fi al Thariq: 1964). Saat menulis buku tersebut, Qutb mengambil Barat sebagai sampel modenitas. Kiranya nilai tersebut salah satunya adalah kesetiaan terhadap pasangan yang gampang terkoyak. Kini kita melihat fakta bahwa kebangkrutan nilai bukan hanya terjadi di Barat yang sekuler, tapi juga di Timur yang memiliki kearifan religiositas.    
Milan Kundera dalam The Farewell Party (Pesta Perpisahan) menggambarkan selingkuh dari sudut pandang lain dan tak biasa. Perselingkuhan bagi Klima adalah cara untuk kembali kepada istrinya.
Sebuah “testimoni perselingkuhan” dikatakan Klima kepada Bartleff, “Sesuatu selalu menggerakkan aku ke arah wanita lain. Tapi begitu aku mendapatkannya, sejenis kekuatan elastis menarikku kembali kepada Kamila. Aku kadang merasa bahwa mengejar wanita-wanita lain itu hanya demi pantulan baliknya, demi indahnya terbang kembali kepada istriku (penuh kelembutan, kerinduan, kerendahan hati), yang semakin kucintai melalui setiap tindak penyelewengan baru.”  
            Kisah perselingkuhan Klima dengan Ruzena adalah semacam “refreshing” Klima demi sebuah tujuan besar, yakni untuk kembali kuatnya hubungan dengan istrinya (Kamila). Bagi kalangan sentimentil-romantis, mungkin tak akan bisa menerima alasan Klima ini. Bagaimanapun mewujudkan kesetiaan dengan perselingkuhan adalah cara-cara yang tak logis dan sulit diterima akal sehat. Sama halnya berusaha menciptakan perdamaian dengan cara perang.
            Sirikit Syah dalam cerpen Perempuan Suamiku (Derabat, Cerpen Pilihan Kompas 1999) menggambarkan bahwa hubungan affair bisa muncul di keluarga yang ideal dan tampak baik-baik saja.
Perselingkuhan muncul dari adanya kebosanan. Seorang suami ternyata tak cukup disuguhi figur istri yang ideal (cantik, rapi, telaten). Hubungan manusia semakin kompleks, dan seorang suami yang mempunyai istri yang sempurna itu justru selingkuh dengan perempuan yang jauh dari kesan sempurna, yang digambarkan sebagai seorang seniwati yang merokok, minum, hidup bohemian, tapi memberikan kenyamanan.
            Apa yang disebut sebagai desakralisasi pernikahan bisa diajukan sebagai tesis untuk menjelaskan fenomena perselingkuhan ini. Pernikahan adalah ikatan yang telah resmi secara hukum agama dan negara.
            Dalam kausalitas pernikahan, pasangan dituntut untuk saling memiliki dan hidup bersama, mengarungi suka duka dalam bahtera rumah tangga. Gampangnya, bosan atau tidak bosan, ya itulah pasangan yang sah bagimu. Berpaling pada yang lain sementara ikatan pernikahan masih ada, berarti mencederai sakralitas pernikahan. 
             


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Prie GS; Abu Nawas Zaman Posmo

coretan tentang hujan dan masa kecil