jalan cinta seorang hamba

Jalan Cinta Seorang Hamba

Sekian waktu, aku telusuri jalan yang menjauhkanku dariMu
Tanganku memegang kerikil, sedang mulutku mereguk keringat yang terasa seperti amis darah
O, mabuk ynag limbung. Aroma maksiat yang menggoda hidungku, menarik nurani agar menautkan hati ke sana, dalam jerat iblis teman setia

Menjelajah dosa-dosa, nama-nama neraka yang terukir di otakku
Perutku tak pernah lapar, selalu memburu kenikmatan yang ditawarkan makhlukMu, si tervonis durhaka yang umurnya ditangguhhkan sampai akhir segalanya tiba
Di mana tempat aku semakin melupakan diriMu. Diiringi musik-musik yang mengalun dari jahanam, dan tarian gemulai makhluk yang dicuri dari tulang rusuk kiriku
Nafsu yang binal, liar menghantam norma yang ditentukan kitabMu

Perjalanan semakin jauh melupakanMu. Sampai pada titik kulminasi, kerikil yang kupegang berubah menjadi bara, dan keringat berubah jadi raksa yang memburaikan ususku
O, mengapa harus kurasakan panas dan perih yang dulu begitu dingin dan nikmat?
Mengapa yang memabukkan akhirnya hanya tinggal memusingkan saja?
Aku tak pernah lagi mabuk, sebab mabuk itu adalah diriku

Perutku sakit! Ingin kutumpahkan segala yang ada, kombinasi kenikmatan yang tidak sah
Di mana kamar kecil? Aku sudah tak tahan! Tapi kamar kecil seperti anak kecil yang gemetar digertak kakaknya yang tampak sok paling berkuasa, lari terbirit-birit di belakang ibu
Di mana kamar kecil? Aku sudah tak tahan! Kaki berlari tak mengenal arah, yang dikenal hanya satu arah: tujuan!

Seorang kakek tua berhenti, menatapku dengan ikhlas, seperti bapakku beberapa tahun lalu
“Di sana kamar kecil,” katanya, sambil menunjuk bangunan megah dengan kubah yang indah
“Di sana?” tanyaku ragu.

Baiklah, aku hanya sekedar ingin ke kamar kecil, tidak lebih
Kakek tua mengikutiku, “kau perlu dituntun meski sekedar ke kamar kecil, sebab kau tak mampu lagi mengenal arah yang benar” ujarnya sambil menarik tanganku
Tak ada yang bisa menghalangiku untuk menolaknya. Di dalam kamar kecil, aku tak hanya menuntaskan kewajibanku, tapi kakek itu memaksa untuk mengguyur tubuhku

Seperti selesai perjalananku bersama kakek itu
Sebuah sajadah ia hamparkan di depanku
Aku harus memberikan jutaan sujudku untuk menebus dosa-dosaku

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Prie GS; Abu Nawas Zaman Posmo

coretan tentang hujan dan masa kecil