che dan fals

Idealisme VS Kapitalisme, Che dan Iwan Fals

Che Guevara adalah ikon perlawanan. Seorang revolusioner yang bergerilya langsung dan memobilisasi pasukan perang. Musuh Amerika yang dianggap penyebar ideologi kapitalisme.

Pemuda Argentina yang sebetulnya bisa hidup mapan karena ekonomi keluarga yang mapan pula, memilih meninggalkan pintu karir kedokteran yang telah dirintisnya sejak kuliah. Ia tinggalkan dunia yang tenang dan aman, lalu beralih ke jalur kiri, yakni jalur perlawanan.

Che melawan, baik secara poliitk maupun militer. Semangatnya yang menggebu-gebu untuk melihat masyarakat yang adil dan berkemakmuran, membuatnya dipuja sebagai ikon perlawanan. Hampir tak ada aktivis pergerakan sosial yang menafikan Che sebagai figur idola.

Che hidup dalam idealismenya, dan ia terus berupaya menghidupkan idealismenya. Idealismenya bukan hanya utopia, bersama orang-orang yang bisa dipengaruhinya, ia terus berupaya mewujudkannya.

Meski pada akhirnya, di pedalaman Bolivia, tentara Amerika menangkapnya, lalu mengeksekusinya. Che mati, tapi semangatnya tak pernah mati. Jasad Che terbujur kaku, tapi idealismenya bagai hantu yang terus bergentayangan dan menggoda kaum muda untuk jadi revolusioner seperti dirinya.

***

Iwan Fals adalah musisi Indonesia yang juga dianggap sebagai ikon perlawanan. Seorang revolusioner yang berteriak lewat lagu, lewat syair yang liris, puitis dan nakal. Dipuja kuam marjinal, tapi dibenci penguasa yang alergi dengan lirik-lirik lagunya yang langsung menohok penguasa.

Iwan Fals adalah sosok yang muncul di saat yang tepat. Tahun 1980-an, Indonesia sedang terbuai dengan lagu-lagu cengeng, dan Iwan Fals muncul sebagai antitesis. Dikenal sebagai sosok yang cukup idealis, terlihat anti kemapanan juga. Dan dicintai penggemarnya yang sejak 1999 memiliki wadah bernama OI (orang Indonesia).

Iwan Fals menggugat kenyataan, mengkritik kaum borsjuis (dalam Bento) yang sering menggunakan rakyat kecil sebagai korban. Mengkritik para politikus dengan lagu yang sangat menyentil (Asyik nggak Asyik) dan nasib guru yang tak begitu diperhatikan dalam lagu fenomenal Oemar Bakrie.

Secara tak langsung, orang sering mengaitkan Iwan Fals dan Che Guevara meski mereka menempuh perjuangan dengan cara yang berbeda. Che frontal di depan, bahkan cenderung anarkis. Dan hal ini bisa dimaklumi karen saat itu perang masih menjadi jalan penyelesaian (perjuangan) yang lazim dilakukan.

Iwan Fals hidup dalam masa yang berbeda. Ia muncul ketika Orde Baru masih kukuh berkuasa. Tapi ia sudah mulai melihat ketimpangan Orde Baru sejak muncul di awal karirnya. Sesuatu yang baru bisa dilihat masyarakat kebanyakan ketika bom reformasi meletus pada 1998.

Sebagai ikon perlawanan yang dicintai kaum muda dan marjinal, Che dan Iwan Fals dianggap cukup mewakili sosok idealis yang anti kemapanan. Penentang kapitalisme yang menurutnya sering tak memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat.

***

Namun, abad milenuim baru ditandai dengan sesuatu yang ironis dan paradoksal. Che menjadi ikon idealisme yang dimanfaatkan untuk kepentingan kapitalisme. Namanya dijual, menjadi brand apa saja, dan itu terbukti sangat laku.

Kapitalisme yang ditentang Che, telah bertindak curang dengan memanfaatkan ikon idealisme itu untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Jiwa Che yang revolusioner dijual untuk menciptakan iklim konsumerisme di seluruh dunia.

Iwan Fals pun setali tiga uang. Beberapa tahun lalu kita masih sempat mendengar Iwan Fals selalu menutupi merek gitarnya, maupun menutupi background panggung yang menampilkan logo sponsor. Ini dilakukannya agar ia tak dicitrakan dengan brand tertentu, dengan imagenya yang ikut menjual produk.

Iwan Fals cukup sadar dengan kebintangannya, yang mampu menghipnosis jutaan massa untuk berenang dalam lautan konsumerisme. Dan itu tak dilakukannya, demi sebuah keyakinan tentang idealismenya, yang dianggap pahlawan kaum marjinal.

Tapi, 16 Agustus lalu seolah membuyarkan semua impian dan ilusi tentang sosok idealis itu. Iwan Fals melakukan konser, dan di balik itu ada sponsor yang cukup besar. Lagu-lagu kritik sosial Iwan Fals dibuat ajang jualan untuk mengeruk keuntungan.

Yah, pada abad dua puluh satu ini, idelisme pun bisa dijual. Idealisme bukan sesosok makhluk yang hidup dalam dunia sunyi, the others, liyan, yang anti kemapanan dan berada jauh dari jurang kapitalisme. Semua telah membutikannya. Bahwa idealisme dan kapitalisme adalah dua sisi mata uang yang saling menguntungkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Prie GS; Abu Nawas Zaman Posmo

coretan tentang hujan dan masa kecil