sunyi, senja, sastra
Sunyi, Senja, Sastra
Oleh Junaidi Abdul Munif
SUNYI dan senja acap digarap para pengarang. Mengapa? Emha Ainun Nadjib menganggap sastra adalah dunia sunyi yang dijelajahi para sufi. Dalam berkarya, sastrawan lebih banyak berkutat dengan kesunyian.
Suasana tenang, sepi, dan mungkin remang-remang dapat melecut imaji pengarang. Namun Rene Descartes pengecualian. Dia lebih senang menulis di kafe yang hiruk-pikuk.
Sunyi secara harfiah bisa dipahami sebagai suasana yang nyaris mati. Tak ada gegap gempita. Kesendirian dan mungkin kegelapan juga sering diidentikkan dengan kesunyian.
Bagi sastrawan, sunyi menghadirkan sensasi luar biasa. Dalam sunyi, sastrawan merenung, mengembara di dunia lain yang indah. Atau mungkin karena sastra adalah kerja kreatif individual, saat berkarya pengarang melepaskan diri dari situasi di sekitarnya.
Senja tak kalah dari sunyi. Seno Gumira Ajidarma mewartakan keindahan senja ke khalayak. Membaca cerpen Seno seolah disuguhi senja dengan pesona warna-warni ajaib. Kumpulan cerpen Seno, Sepotong Senja untuk Pacarku, dan novel Negeri Senja memenangi Khatulistiwa Award.
Senja yang merupakan peristiwa alami yang hadir setiap hari, di tangan Seno, seolah hidup. Siluet manusia pada senja hari adalah simbol kemisteriusan. Kita menemu banyak manusia, tetapi acap tak menyadari siapa mereka.
Akhirnya, sastra tetap hidup dalam sunyi yang mengendapkan permenungan. Dalam senja yang kerap diacuhkan. Sastra adalah belantara kata-kata, rumah para sufi yang bergelut, menyulam bahasa. (53)
Oleh Junaidi Abdul Munif
SUNYI dan senja acap digarap para pengarang. Mengapa? Emha Ainun Nadjib menganggap sastra adalah dunia sunyi yang dijelajahi para sufi. Dalam berkarya, sastrawan lebih banyak berkutat dengan kesunyian.
Suasana tenang, sepi, dan mungkin remang-remang dapat melecut imaji pengarang. Namun Rene Descartes pengecualian. Dia lebih senang menulis di kafe yang hiruk-pikuk.
Sunyi secara harfiah bisa dipahami sebagai suasana yang nyaris mati. Tak ada gegap gempita. Kesendirian dan mungkin kegelapan juga sering diidentikkan dengan kesunyian.
Bagi sastrawan, sunyi menghadirkan sensasi luar biasa. Dalam sunyi, sastrawan merenung, mengembara di dunia lain yang indah. Atau mungkin karena sastra adalah kerja kreatif individual, saat berkarya pengarang melepaskan diri dari situasi di sekitarnya.
Senja tak kalah dari sunyi. Seno Gumira Ajidarma mewartakan keindahan senja ke khalayak. Membaca cerpen Seno seolah disuguhi senja dengan pesona warna-warni ajaib. Kumpulan cerpen Seno, Sepotong Senja untuk Pacarku, dan novel Negeri Senja memenangi Khatulistiwa Award.
Senja yang merupakan peristiwa alami yang hadir setiap hari, di tangan Seno, seolah hidup. Siluet manusia pada senja hari adalah simbol kemisteriusan. Kita menemu banyak manusia, tetapi acap tak menyadari siapa mereka.
Akhirnya, sastra tetap hidup dalam sunyi yang mengendapkan permenungan. Dalam senja yang kerap diacuhkan. Sastra adalah belantara kata-kata, rumah para sufi yang bergelut, menyulam bahasa. (53)
Komentar