Resensi Buku Dalil Sejarah TBS
Data
Buku
Judul : Dalil Sejarah TBS; Resensi Kritis Buku KH. Asnawi
Satu Abad Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara
Penulis : M Abdullah Badri
Penerbit : Diroz Pustaka, Jepara
Halaman : xi + 154 halaman
Terbit :
Desember 2018
TBS
“Menggugat”
Oleh
Junaidi Abdul Munif
Di akhir 2018 jagad media sosial
digegerkan dengan status facebook atas nama
Abdalla Badri yang meresensi buku KH. Asnawi Satu Abad
Qudsiyyah Jejak Kiprah Santri Menara (di buku ini disebut SAQ). Status
tersebut menuai banyak komentar dan menuntut klarifikasi dari penulis buku SAQ.
Mereka diminta meminta maaf terkait konten buku yang merendahkan nama madrasah
TBS dan KH. Ma’mun Ahmad.
Abdalla
Badri setidaknya menyesalkan 2 poin yang tertulis di buku karya alumni
Qudsiyyah tersebut. Pertama, tuduhan bahwa TBS berkompromi dengan Belanda
akibat (pernah) digunakannya School. Kedua, “pelecehan” terhadap KH.
Ma’mun Ahmad yang disebut di buku SAQ sebagai kiai yang biasa-biasa saja, tidak
alim, dan dibandingkan dengan kiai lain.
Buku
ini merupakan perkembangan dari status facebook Abdalla Badri dan sebagai
perlawanan untuk buku Satu Abad Qudsiyyah. Di bagian awal penulis
menjelaskan kronologi latar belakang mengapa buku ini terbit. Abdullah Badri
secara rinci mendeskripsikan apa yang terjadi di grup WA alumni TBS yang berisi
kemarahan alumni ketika almamaternya “dilecehkan” oleh lembaga lain. Foto-foto
dokumentasi rapat dan naskah somasi menjadi konten yang menguatkan argumentasi
dan seriusnya buku ini ditulis.
Terlepas
dari “kompetensi” antara TBS dan Qudsiyyah yang saya pernah dengar dari sahabat
yang merupakan salah satu alumni TBS, kegelisahan anggota IKSAB dapat
dimaklumi. Siapa yang tidak marah jika sosok yang dihormati di TBS “dilecehkan”
oleh penulis yang notabene alumni dari madrasah kompetitor TBS. Terlebih
deskripsi yang merendahkan KH. Ma’mun Ahmad itu termaktub dalam buku yang tidak
bertujuan untuk menulis sejarah TBS, melainkan sejarah Qudsiyyah.
M. Abdulah Badri menyodorkan
data-data untuk menolak apa yang ditulis oleh tim penulis buku SAQ. Dia
menyebutkan ada beberapa versi tentang pendirian TBS, biografi para muasis TBS dan
lain sebagainya. Dia cukup berhati-hati menampilkan data yang terkait dengan
waktu. Daripada memilih salah satunya, dia lebih baik menampilkan data-data
waktu yang berbeda itu.
Yang menarik adalah analisis
Abdullah Badri terkait tanggal pendirian TBS sesuai kalender hijriyah. Dia
mengajak kita untuk bertamasya pada indahnya ilmu falak. Kesimpulan yang
didapat dari adanyaa perbedaan versi tanggal berdirinya TBS berangkat dari
perbedaan selamatan dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). TBS didirikan hari
Selasa Pahing pada 7 Jumadal Akhiroh tahun 1347 H, dan KBM dilaksanakan Rabu
Pon tanggal 8 Jumadal Akhiroh tahun 1347 H/20 dan 21 November 1928 M (hlm 81).
Buku
yang dipenuhi dengan isi kitab Ta’limul Muta’alim ini menegaskan bahwa
pendidikan di TBS berorientasi akhirat. Abdullah Badri berupaya menangkap pola,
model, dan motivasi dari masyayikh yang bersandar pada nilai-nilai dari kitab
ta’lim. Misalnya memulai pengajaran pada hari Rabu atau Ahad, siswa menghadap
kiblat, dan ketakutan para masyayikh kalau siswa TBS bergantung pada dunia
ketika ikut Ujian negara.
Buku
ini berhasil membawa perdebatan yang lebih bermartarbat. Kritik yang tidak
argumentatif dijawab dengan resensi kritis yang lebih argumentatif. Di sisi
lain, justru membuat pembaca ingin membaca buku SAQ. Kira-kira bagaimana isi
buku SAQ yang membuat anggota IKSAB merasa berang dan mensomasi penulis buku
SAQ itu.
Inilah buku yang turut
“memartabatkan” buku yang dikritiknya. Buku SAQ mungkin juga sedang diburu
untuk memuaskan penasaran pembaca buku Dalil Sejarah TBS ini. Maka
membaca keduanya akan membuat pembaca mengetahui kelemahan buku yang dikritik,
di mana titik singgungnya sehingga buku dibantah dengan buku.
Buku ini menyisakan kritik
tersendiri bagaimana lemahnya pengarsipan di Indonesia. Lemahnya pengarsipan
membawa konsekuensi butanya generasi mendatang akan sejarah diri, masyarakat,
dan komunitasnya. Tentu sangat disesalkan jika almamater yang mencetak ribuan
alumni dan berusia seabad minim dokumentasi dan arsip. Mungkin karena orang
dulu tidak menyangka, TBS dan Qudsiyyah akan menjadi madrasah unggulan yang
berhasil mencetak ribuan alumni yang
kiprahnya menasional dan menginternasional.
Semoga dengan terbitnya buku ini,
akan memunculkan buku bantahan lain dari alumni Qudsiyyah, sehingga diharapkan
muncul iklim diskusi yang sehat antar dua madrasah unggulan di Kudus ini.
Terlalu eman-eman jika sejarah madrasah dan biografi pendirinya ditulis
dengan nafsu merasa unggul dari yang lain.
Komentar