PENJINAKAN LEWAT KOALISI

Penjinakan Lewat Koalisi


Oleh Junaidi Abdul Munif

Pengusutan kasus Century telah sampai pada puncaknya, yakni pandangan akhir sembilan fraksi terhadap proses bailout senilai Rp 6,7 triliun kepada Bank Century. Segala keputusan bergantung sidang paripurna DPR. Lobi politik yang dilakukan rentan mengubah pandangan akhir fraksi.

Pansus Century, yang dihadirkan kepada publik, adalah usaha untuk menguak kebenaran hukum dari proses talangan kepada Bank Century. Namun, kebenaran yang mana dan versi siapa? Jika menggunakan sudut pandang hukum dan kebijakan, betapa keduanya adalah medan tafsir yang saling menegasi. Kebenaran pada akhirnya menjadi relatif dan tergantung siapa dan kepentingan apa di balik kebenaran itu.

Ketika nama Boediono dan Sri Mulyani disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kasus Century, Partai Demokrat sebagai pemimpin koalisi geram dan mengancam mitra koalisinya, yakni Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera yang jelas menyebut dua nama itu yang kini menjadi wakil presiden dan menteri keuangan. Partai Golkar dan PKS dianggap sebagai "pengkhianat" koalisi yang dimotori Partai Demokrat.

Penyebutan dua nama ini bisa dibaca sebagai buntut dari poses politik yang panjang sejak selesai pemilu presiden 2009 dan SBY mencari calon wakil presiden. Sejak itu, parpol berusaha mendekati SBY agar memilih kadernya sebagai calon wakil presiden dalam pemilu presiden 2009. Pilihan jatuh kepada Boediono yang tidak berkendaraan parpol dan membuat sebagian parpol merasa "kecewa".

Politik yang berorientasi kekuasaan sungguh rentan menghadirkan pertarungan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Selalu ada pihak yang dikorbankan demi ambisi kekuasaan. Dalam kasus Bank Century, Boediono dan Sri Mulyani dijadikan "korban" perebutan kekuasaan itu.

Parpol anggota koalisi tak sembarang memilih target untuk "dikorbankan". Boediono dan Sri Mulyani adalah teknokrat murni yang tak memiliki kendaraan parpol. Resistensi keduanya lebih kecil dibandingkan dengan membidik target lain yang berasal dari parpol, semisal SBY yang didukung Partai Demokrat. Lawan-lawan politik kekuasaan juga tahu bahwa "hukum" politik adalah "tidak ada kawan abadi, melainkan kepentingan abadi". Partai Demokrat yang selama ini terlihat melindungi Boediono dan Sri Mulyani mungkin tak akan bertahan lama mempertahankan keduanya jika serangan bertubi-tubi dari mitra koalisi menuntut keduanya mundur.

Inilah dampak politik transaksional demi kekuasaan yang menggurita di negeri ini. Posisi eksekutif dan legislatif yang semestinya checks and balancing (mengawasi dan mengimbangi) menjadi mengintai dan menjatuhkan. Bukankah koalisi yang dibangun selama ini berdasarkan politik transaksional demi upaya menjinakkan lawan politik agar tidak kritis kepada eksekutif?

Upaya penjinakan lawan politik tampak jelas saat SBY meracik komposisi di KIB II. Dalam memilih menteri, terlihat jelas SBY sangat memperhitungkan komposisi di DPR. Partai dengan kursi banyak, kadernya lebih berpeluang duduk sebagai menteri. Peran eksekutif dan legislatif menjadi kabur akibat adanya koalisi untuk penjinakan demi mengamankan penguasa dan kepentingannya.

JUNAIDI ABDUL MUNIF Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Wahid Hasyim, Semarang

DIMUAT DI "KOMPAS JATENG', 5 MARET 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Prie GS; Abu Nawas Zaman Posmo

coretan tentang hujan dan masa kecil