Langkah Berat JK
Oleh Junaidi Abdul Munif

Jusuf Kalla memberi sinyal akan “bercerai” dengan SBY dalam pilpres 2009. Tidak hanya omong kosong, tapi JK sudah mulai bergerilya dengan melontarkan wacana presiden non-Jawa. Bagaimana peluang JK jika mengincar RI 1 dalam pilpres nanti?

Sepertinya JK tidak cukup puas hanya menjadi nomor dua. Meski beberapa kalangan menyebut JK adalah the real president (presiden sesungguhnya) dalam kabinet Indonesia bersatu. Keberanian JK untuk maju menjadi capres memiliki beberapa faktor pendukung. Pertama adalah kemenangan Golkar pada pemilu legislatif 2004. Kemenangan ini diperkirakan terus berlanjut di pemilu 2009. Namun, harus diingat pada 2004 bahwa JK melenggang mendampingi SBY tidak menggunakan kendaraan Golkar secara formal.

Kedua, JK belajar dari pengalaman BJ Habibie yang non-Jawa tapi berhasil menjadi presiden. Tapi Habibie menjadi presiden karena Soeharto dipaksa turun jabatan. Sama halnya dengan Megawati yang jadi presiden menggantikan Gus Dur yang juga dilengserkan oleh MPR.

Peluang JK untuk maju sendiri cukup berat. Ada dua faktor yang akan menghambat langkah JK untuk jadi RI 1. Pertama, sentimen kesukuan masih kental di benak masyarakat untuk menjadi presiden negeri ini. Sentralisasi Jawa sebagai pusat politik-pemerintahan-ekonomi tak bisa menafikan begitu saja orang dari luar Jawa untuk jadi orang nomor satu di negeri ini.

Kedua, memori kolektif masyarakat masih trauma dengan kepemimpinan Golkar selama orde baru. Golkar boleh saja menang di pemilu legislatif, tapi untuk pemilu presiden belum tentu.

Selain itu, JK harus pula menghadapi hambatan internal partai. Bahwa tidak secara otomatis ketua umum partai menjadi capres resmi. Di Golkar tidak ada tokoh sentral, kemampuan kader Golkar hampir merata dan pantas untuk dicalonkan jadi presiden.
Pemilu legislatif dan pemilihan Presiden adalah dua hal yang berbeda dan tidak ada korelasi yang saling berhubungan. Pada 2004, SBY yang diusung partai demokrat terbukti dapat melenggang menjadi presiden meski perolehan suara partai Demokrat tidak terlalu signifikan.

Pemilihan langsung sangat bergantung pada popularitas tokoh dan imej tokoh, bukan sentimen kepartaian. Survey masih menempatkan SBY sebagai capres dengan popularitas tertinggi. JK masih di bawahnya.

JK cukup sadar dengan posisinya di Golkar maupun daerah asalnya. Untuk itu dia tak tinggal diam, dengan menggandeng beberapa parpol yang bisa dijajaki untuk koalisi. Kita lihat, apakah JK mampu mengubah hambatan ini menjadi peluang untuk mengantarkannya ke RI 1.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekonstruksi Tradisi Sound System di Pernikahan

Resensi Novel Akik dan Penghimpun Senja

coretan tentang hujan dan masa kecil